NTT, TJI- Aliansi Rakyat Bersatu Lembata setidaknya menyampaikan 13 tuntutan saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Negeri Lembata, Mapolres Lembata dan Kantor DPRD Lembata, Kamis, 20 Mei 2022.
Selain berorasi, massa demonstran juga menyerahkan press rilis tuntutan mereka itu kepada Kajari Lembata, Kapolres Lembata dan DPRD Lembata.
Dalam keterangan pers sebagaimana yang diterima Pos Kupang, mereka menyebutkan sejumlah proyek fiktif dan proyek-proyek mangkrak yang tidak berpihak dan merugikan rakyat Lembata.
“Jalan rusak, proyek-proyek pembangunan mangkrak, hukum yang tumpul ke atas, tajam ke bawah dan berbagai persoalan pelik menghiasi wajah Lembata,” tulis keterangan tersebut.
Aliansi Rakyat Bersatu Lembata yang tergabung dari berbagai elemen masyarakat menyampaikan aspirasi dengan pokok tuntutan sebagai berikut:
1. Bahwa pada tahun 2018 ada proses pembangunan Jeti Kolam Apung dan Pusat Kuliner di Pulau Siput Awololong dengan pagu dana sebesar Rp.6.800.000.000,00 (Enam miliar delapan ratus juta rupiah). Ada dugaan kerugian keuangan Negara Rp.1.400.000.000,00 (Satu miliar, empat ratus juta rupiah). Para tersangka belum ditahan dan ada yang masih menjabat sebagai kepala dinas pendidikan.
2. Bahwa pada tahun 2018 ada proses hibah tanah Merdeka oleh Kepala Desa Merdeka, Kecamatan Lebatukan kepada pengusaha Benediktus Lelaona untuk menjadi hak milik pribadi dan digunakan sebagai lahan budidaya lobster. Berstatus penyidikan ditangani oleh Kejaksaan Negeri Lembata.
3. Bahwa pada tahun 2017 ada proses pembangunan Jembatan Waima dengan pagu dana 1.600.000.000,00 (satu miliar enam ratus juta rupiah). Ada dugaan kerugian Negara sebesar 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Ada laporan dugaan tipikor ke Kejaksaan Negeri Lembata oleh masyarakat.
4. Bahwa pada tahun 2014 ada proses pembangunan SPAM Wailein di Kecamatan Omesuri dengan pagu dana Rp.20.500.000.000,00 (Dua puluh miliar, lima ratus juta rupiah). Ada dugaan kerugian keuangan Negara dan mubazirnya pemanfaatan fasilitas SPAM. Telah ada laporan dugaan tindak pidana korupsi ke Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur.
5. Bahwa pada tahun 2015 ada proses pembangunan fasilitas kantor camat Buyasuri dengan pagu anggaran Rp.5.000.000.000,00 (Lima miliar rupiah). Ada dugaan kerugian keuangan negara dan tidak ada pemanfaatan oleh masyarakat.
6. Bahwa pada tahun 2016 ada proses pembangunan rumah sakit penyangga Balauring dengan pagu anggaran Rp.4.200.000.000,00 (Empat miliar, dua ratus juta rupiah). Ada dugaan kerugian keuangan negara dan bangunan tidak dimanfaatkan.
7. Bahwa pada tahun 2019 ada proses pembangunan gedung Pasar Pada dengan pagu anggaran Rp.15.000.000.000,00 (Lima belas miliar rupiah). Ada dugaan kerugian keuangan negara dan terjadi mangkraknya proses pemanfaatan gedung pasar Pada. Kerugian keuangan negara sudah dikembalikan tetapi belum ada proses hukum.
8. Bahwa ada pembiaran atau penelantaran rumah jabatan (Rujab) Bupati tanpa dimanfaatkan dan dialihkan ke Kuma Resort milik pribadi untuk dijadikan Rujab baru sejak tahun 2017 sampai saat ini.
9. Bahwa belum ada pertanggungjawaban dana penanggulangan bencana Erupsi Gunung Ile Lewotolok dengan sumber dana dari Kementerian Sosial sejumlah Rp.500.000.000, 00 (Lima ratus juta rupiah), BNPB Rp.1.000.000.000,00 (Satu miliar rupiah). Belum ada laporan pertanggungjawaban.
10. Bahwa belum ada laporan pertanggungjawaban dana penaggulangan Covid-19. Pagu dana Rp.12.000.000.000,00 (Dua belas miliar rupiah). Ada dugaan penyalahgunaan pemanfaatan anggaran tersebut.
11. Bahwa ada proses pengadaan kapal rakyat “Aku Lembata” dengan pagu dana Rp.2.495.900.000,00 (Dua miliar empat ratus Sembilan puluh lima, Sembilan ratus ribu rupiah). Sumber dana Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2019. Tidak dimanfaatkan karena belum memiliki surat-surat operasional karena masih utang di pihak pembuat kapal.
12. Bahwa telah terjadi pelayanan yang tidak berdasarkan regulasi terhadap korban dan penyintas Bencana Banjir Bandang, Tanah Longsor, dan Gelombang Pasang di Kabupaten Lembata.
13. Bahwa pada tahun 2019, ada proses pembangunan gedung Puskesmas Omesuri dan Buyasuri. Disinyalir masyarakat dan diduga terindikasi korupsi.