Kupang, TJI – Negara tidak memiliki tanah, tapi yang ada Negara menguasai tanah. Dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) maupun dalam UUPA pasal 2 ayat (1) dan (2) tidak ada istilah tanah milik Negara, yang ada tanah yang dikuasai Negara, Hal tersebut dikatakan Akhmad Bumi, SH, selaku Kuasa Hukum NY. Sofia Tumboy.
“Kalau tanah itu sudah menjadi hak warga Negara; apakah hak adat, hak warisan, hak milik dan lain-lain, maka tata cara agar tanah itu dikuasai Negara dilakukan dengan cara pembebasan tanah, hal itu diatur dalam Undang-undang, ujar Akhmad Bumi saat ditemui wartawan di Kupang. Jumat, (3/7/2020).
Dia mengatakan, ada 2 (dua) hal terkait tanah-tanah menjadi tanah yang dikuasai negara yang disebut tanah Negara bebas.
Pertama karena dibebaskan dari hak-hak milik rakyat oleh suatu instansi/departemen, kemudian tanah itu dianggap tanah negara dibawah penguasaan departemen atau instansi yang membebaskan.
Kedua, tanah negara bebas yang tidak ada penguasaan secara nyata seperti tanah terlantar dan lain-lain, itu diserahkan kepada suatu departemen, dianggap bahwa tanah tersebut dimasukkan ke dalam penguasaan departemen dalam negeri. Yang tatacaranya diatur dengan Undang-undang.
“Kalau tanah Ny. Sofia Tumboy itu tanah hak, perlu dilihat secara yuridis. Tanah Ny. Sofia Tumboy itu tata cara perolehan melalui warisan secara turun temurun sejak tahun 1960”, tandasnya.
Akhmad Bumi melanjutkan, mulai dari kakek Ny Sofia Tumboy yakni Kobe Leu Tumboy (almarhum), turun pada bapak kandung Ny Sofia Tumboy yakni Leonard Tumboy (almarhum) dan turun pada Ny. Sofia Tumboy dan ahli waris lainnya sekarang. Bukan tanah tidak bertuan atau tanah tanpa pemilik.
“Penerbitan sertifikat hak pakai oleh BPN kota Kupang terkait sertifikat hak pakai No. 11 dan No. 14 tidak memiliki dasar yang kuat menurut hukum. Setiap penerbitan sertifikat perlu ada data fisik dan data yuridis yang jelas dan pasti dan harus disandingkan, itu syarat”, kata Akhmad.
Selain itu, lanjutnya, Ny Sofia Tumboy memiliki data fisik berupa peta tanah, memiliki data yuridis sebagai dasar kepemilikan. Bukan BPN asal terbit sertifikat. Sertifikat hak pakai tersebut diterbitkan dengan tidak prosedural menurut hukum, sehingga terjadi tumpang tindih hak dan harus dibatalkan.
“Apalagi tanah kepemilikan Ny Sofia Tumboy dari luas keseluruhan 283 hektar sebagiannya jatuh pada orang perorangan dengan kepemilikan pribadi, diberikan oleh BPN pada pejabat dan mantan pejabat secara pribadi, dan itu bisa masuk pada rana pidana sesuai rekomendasi Pansus DPR RI”, tegasnya.
Akhmad Bumi memaparkan, asal tahu, Ny Sofia Tumboy mewakili ahli waris lainnya menggugat BPN kota Kupang atas terbitnya sertifikat hak pakai No. 11 dan No. 14 diatas tanah milik Ny. Sofia Tumboy bersama ahli waris lainnya. Perkara sedang disidangkan di Pengadilan TUN Kupang dengan Nomor Perkara 27/G/2020/PTUN-KPG.
“BPN kota Kupang dalam jawaban atas gugatan Ny Sofia Tumboy pada Selasa, (30/6/2020) mengatakan sertifikat hak pakai tersebut telah beralih kepada Negara, gugatan NY Sofia Tumboy menurut BPN kota Kupang adalah kabur dan tidak jelas”, pungkas Akhmad Bumi. **TJI**