Alumni BLK Lembang Kawinkan Dunia Digital dengan Mesin Tetas

Bandung, TJI – Internet of Things (IoT) sudah menjadi bagian dari perkembangan zaman. Penerapan teknologi ini pun kini masuk dalam dunia peternakan. Diantaranya penerapan dalam mesin tetas telur puyuh yang dikembangkan alumni dari BLK Lembang. Melalui IoT ini diharapkan produksi tetas anakan lebih akurat dan produktif.

Dadan Hadian bekerja di bengkel mobil. Mengecek kondisi mesin dan sensor elektronik sudah menjadi bagian dari kesehariannya. Tak ada yang aneh dengan penerapan teknologi sensor pada sebuah mesin mobil ini. Mulai diperuntukan untuk mengecek suhu mesin hingga sensor pendinginan ruang kabin mobil.

Pengalaman dan pengetahuan ini ternyata memperkaya kemampuan bagi alumni BLK Lembang ini. Khususnya dalam mengulik dan mengembangkan teknologi sensor pada penerapan dunia peternakan.

“Prinsip kerjanya hampir sama. Bagaimana IoT bisa kita terapkan dalam
dunia peternakan,” kata Dadan Hadian saat ditemui di Desa Heuleut, Kadipaten.

Saat ini Dadan tengah mengembangkan tiga mesin tetas. Satu mesin tetas semi otomatis sudah berhasil membantu peternakan puyuh milik kelompok BLK Lembang. Dua mesin tetas lainnya dalam pengembangan dengan sensor Arduino Uno.

“Sistem Arduino Uno kita terapkan di sistem ini,” katanya. Dadan Hadian melihat dunia peternakan ke depan akan semakin berkembang. Salah satunya dengan penggunaan sensor dan internet.

Arduino Uno ia pilih dengan beberapa alasan. Alat sensor dari Italia ini terbilang murah, mudah secara aplikasi, dan fungsional bisa digunakan untuk kebutuhan apappun. Termasuk digunakan dalam pertanian
pintar atau smartfarming dimana sensor Arduino digunakan untuk menjaga kelembaban tanah, irigasi, dan kontrol suhu. Khususnya pada pertanian dengan sistem hidroponik.

“Ke depan kita juga mau mengembangkan ke kandang modern,”
katanya.

Dadan belajar secara otodidak. Mulai mengenal bahasa pemograman,seperti program C, instalasi elektronik, hingga aplikasi android. Selain itu, ia juga terus berkonsultasi dengan tim BLK Lembang di
Bandung agar projek mesin tetas digital ini bisa berhasil. Dari dua projek mesin tetas digitalnya ia belajar banyak hal.

“Prinsipnya ini seperti laboratorium. Kami riset bersama mencari sistem yang benar,” katanya saat ditemui di kandang puyuh milik kelompok alumni BLK Lembang di Desa Heuleut, Kadipaten.

Projek pertama mesin tetas digitalnya tak langsung berhasil. Ia mengalami
masalah di sektor pemanas. Kualitas barang tak sesuai dengan yang diharapkan. Akibatnya, embrio telur puyuh pun mati. Dari batas minimum suhu sekitar 36 derajat menjadi 24 derajat. Dari kasus ini pun ia belajar mencari komponen yang tepat.

“Alternatif lainnya saya bikin double biar ada cadangan pemanasnya,” katanya.

Tak berhenti di sana, menurut Dadan, persoalan pada mesin digital terletak pada suplai listrik. Pasokan listrik PLN pun mau tak mau harus tersimpan dalam baterai tambahan.

“Ini menjaga agar mesin tetap hidup,” katanya.

Kreatifitas Dadan tak ingin berhenti sekedar membuat mesin tetas digital
saja. Tapi ke depannya juga bisa menjadi produksi kelompok dari alumni BLK Lembang ini. Menurutnya, peluang akan kebutuhan mesin tetas digital puyuh besar. Terlebih saat ini para peternak puyuh di desa semakin banyak. Selain itu, berbagai program desa pun mendukung peningkatan pertanian dan peternakan.

“Insya Allah kita siap bantu memajukan desa, khususnya pengembangan ternak puyuh modern,” pungkasnya.

Berita Terkini