Garut, TJI – Pemenuhan hak-hak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, Tentang Penyandang Disabilitas terus berupaya dilakukan oleh pemerintah, meliputi hak kesehatan dan hak pendidikan.
Namun, sangat disayangkan, Layanan dan perlindungan pada ABK seringkali terkendala, karena berbagai masalah seperti kurangnya pengetahuan dan informasi, keadaan sosial ekonomi yang buruk yang tidak memungkinkan untuk ABK memperoleh layanan yang dibutuhkan, serta ketidakpedulian banyak pihak akan kebutuhan dan hak hidup layak ABK. Tidak mengherankan bila kehidupan ABK banyak yang terlantar, terabaikan, tidak memiliki kualitas hidup yang memadai untuk dapat hidup secara mandiri, tidak memperoleh bantuan, terapi, intervensi, dan pendidikan yang sesuai kebutuhannya.
Maka dari itu, ABK memerlukan koordinasi dan sinkronisasi dari berbagai pihak terkait. Jelas, mereka memerlukan bantuan dari berbagai pihak terutama pihak Pemerintah, diantaranya, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan Pemerintah setempat. Persiapan dari dunia kesehatan dan pendidikannya pun sangat membutuhkan perhatian dari berbagai Pemangku Kepentingan atau Pemerintah Daerah serta pihak-pihak terkait.
Hal ini salah satunya menimpa ABK yang bernama Ai Siti Komariah (10), warga RT 02 RW 02, Desa Surabaya, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.
Dia anak ketiga dari pasangan Sobari (47) dan Icum (41), dan merupakan keluarga yang tidak mampu. Sehingga, kedua orangtuanya tidak sanggup untuk melakukan pengobatan serta tidak mampu untuk memenuhi setiap kebutuhan atau fasilitas yang layak bagi anaknya yang menyandang ABK tersebut.
Orangtuanya sudah berupaya berkali-kali melakukan tindakan agar mendapatkan penanganan medis secara maksimal, namun hingga saat ini belum ada hasil yang baik.
Bahkan, pihak pemerintah beserta pihak terkait seolah tidak mendukung atau enggan memfasilitasi untuk mendapatkan penanganan medisnya. Sehingga, keluarga pasien mengalami kejenuhan karena upayanya seringkali menemui penolakan dari berbagai piahk.
“Harus bagaimana lagi kami berupaya?, harus kemana dan kepada siapa lagi kami meminta pertolongan?, sementara, hingga saat ini pihak instansi terkait tidak memberikan kami kemudahan dan jalan untuk mengobati anak kami”, tutur orangtuanya ABK tersebut. **Nenih**