Jakarta – Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo dan tiga ajudannya: Bhara RE, Brigadir RR dan Brigadir KM telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana atas tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada 8 Juli 2022 di Komplek Polri kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Penetapan itu disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam jumpa pers di Gedung Mabes Polri di Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2022).
Dijelaskan Kapolri, Ferdy Sambo merintahkan Brigadir RE menembak Brigadir Yosua.
“Timsus menemukan bahwa telah terjadi peristiwa penembakan yang menyebabkan saudara J meninggal, yang dilakukan RE atas perintah saudara FS (Ferdy Sambo),” kata Kapolri Sigit.
Namun demikian, motif penembakan terhadap Brigadir Yosua masih belum diketahui. Menurut Kapolri pihaknya masih mendalami, dan dipastikan tidak ada yang ditutup-tutupi dalam pengusutan kasus menggegerkan tersebut. Apalagi, Presiden Joko Widodo sudah empat kali memberikan atensi kepadanya.
“Kami berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini setransparan mungkin. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Tim khusus masih bekerja dan secepatnya akan disampaikan ke publik,” ujar Jenderal Sigit.
Pada kesempatan itu, Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto menyatakan Irjen Ferdy Sambo terancam hukuman mati karena dijerat Pasal 340 KUHP jo Pasal 338 jo Pasal 55 jo Pasal 56 tentang Pembunuhan Berencana secara bersama tiga ajudannya. Ancamannya hukuman mati, seumur hidup atau duapuluh tahun penjara.
“Irjen Pol FS menyuruh melakukan dan membuat skenario bahwa peristiwa tersebut seolah-olah tembak menembak,” papar Agus saat mendampingi Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Misterius
Berkaitan dengan penjelasan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tersebut, menurut advokat muda Rene Putra Tantrajaya, SH, M.Hum, sejak awal masyarakat sudah menduga kalau Irjen Ferdy Sambo di balik pembunuhan terhadap Brigadir Yosua. Dan wajar jika ditetapkan sebagai tersangka.
Dugaan itu, katanya, mengingat peristiwa berdarah tersebut terjadi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, dan baik korban maupun pelakunya adalah ajudan jenderal polisi bintang dua itu.
“Uraian Kapolri cukup transparan, di mana kejadiannya dijelaskan bukan saling tembak antar polisi, tapi pembunuhan berencana atas perintah Irjen Ferdy Sambo,” kata Rene, praktisi hukum jebolan Strata 2 Leeds Beckett University United Kingdom (Inggris) jurusan International Business Law (2014-2015).
Yang menjadi masalah, lanjutnya, adalah motif di balik pembunuhan Brigadir Yosua masih misterius, belum dijelaskan secara gamblang oleh Kapolri Sigit. Padahal masyarakat sangat berharap mengatahui peristiwa sebenarnya, kenapa bisa terjadi tembak menembak antar polisi.
“Apakah motifnya pelecehan terhadap isteri Ferdy Sambo, seperti dugaan diawal peristiwa, atau hal lain berkaitan suatu rahasia Ferdy Sambo yang diketahui Brigadir Yosua. Ini masih teka-teki, dan harus diusut tuntas, jangan sampai menjadi isyu liar yang dapat merusak citra Kepolisian,” papar Rene.
Pada bagian lain advokat ini mengingatkan, bahwa ancaman hukuman atas pembunuhan berencana yang diduga dilakukan Ferdy Sambo dan tiga ajudannya cukup berat, yakni hukuman mati atau duapuluh tahun penjara.
Hal senada dikatakan advokat senior yang juga Dewan Pakar Perkumpulan Media Independen Online (MIO) Joseph Hutabarat, SE, SH, MH. Sebagai keluarga Hutabarat, dia tak menerima jika almarhum Brigadir Yosua melakukan pelecehan terhadap isteri Irjen Ferdy Sambo.
“Skenario seperti itu sangat biadab. Secara pribadi, di awal kejadian tuduhan itu muncul, saya tak yakin Yosua melakukan perbuatan tercela seperti itu. Keluarga Hutabarat sangat menjaga sekali tindakan susila,” tegas Joseph, yang juga sebagai Waketum IPJI (Ikatan Penulis & Jurnalis Indonesia)
Dia menduga ada motif lain berskala besar, yang kemungkinannya bisa mengancam karir Ferdy Sambo jika Yosua membongkar. Karena itu almarhum perlu dihabiskan. Maka dibuatlah skenario pelecehan yang melatarbelakangi adu tembak polisi.
“Ini masih teka-teki, masih misterius, mengingat motif pembunuhan itu sendiri belum dijelaskan oleh Kapolri. Keluarga Hutabarat berharap polisi segera dapat mengungkap motifnya, agar tudingan pelecehan ternyata tidak benar,” katanya.
Tentang ancaman hukuman, Joseph berharap para pelaku divonis maksimal oleh pengadilan, yakni hukuman mati. ***