
Kabupaten Tolitoli, Sulteng, BKP – Pejabat pemerintahan, dalam hal ini kecamatan Baolan Pemda Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah memiliki fungsi pembinaan dan pengawasan administrasi pemerintahan kelurahan, berupa bimbingan, supervisi, fasilitasi dan konsul pelaksanaan administrasi, tak kecuali Lurah di kelurahan Nalu, Askar.
Lebih dalam lagi, dalam menjalankan fungsi tersebut kecamatan mempersiapkan bahan pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja kelurahan, kemudian pelaksanaan pelaksanaan administrasi, sekaligus mempertanggung jawabkan pelaksanaan pelaksanaan, termasuk dalam hal pelayanan SKPT sesuai standar peraturan.
Nah, dalam kasus Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang terlupakan abal-abal, pihak kecamatan Baolan bergeming. Membiarkan Lurah Nalu melakukan akrobat rekayasa penerbitan SKPT di lahan milik masyarakat, Hasanudin untuk nama mantan Bupati Alex Bantilan.
Padahal sebelumnya, tengah Oktober 2020 Hasanudin terlebih dahulu mengajuka permintaan dengan persyaratan terpenuhi dan lengkap, dengan tanda terima kepala urusan (kaur) pemerintahan kelurahan Nalu Ikram, tapi dilarang proses oleh lurah Askar.
Yang pasti, hingga menyentuh bulan desember 2021, sudah belasan kali meminta bolak-balik nagih tertentu, namun hanya dijanji dan janji terus. Bahkan, ketika pemohon hendak mengalah dengan meminta surat permintaan sebanyak lima kali, lurah Nalu tetap ogah diberikan.
Kelurahan sedang dan terus memediasi Hasanudin dan Alex Bantilan, menyusul telpon Alex ke Lurah yang intinya ketua PAN Tolitoli itu juga mau ajukan permohonan jadi alasan Lurah Askar belum penerbitakan SKPT dimohonkan Hasanudin.
Langkah ogah Lurah Askar ini dipastikan karena dilematis, terlebih dokumen lahan yang dikantongi Alex diduga tidak memenuhi syarat dan bermasalah. Tapi hebatnya, Alex yang status raja disandangnya yang tidak diakui kakak sepupunya, Rektor Madako itu justru perintahkan Lurah untuk tetap buatkan SKPT dengan tentu cara akal-akalan.
Buktinya, bukan cuma tidak prosedural sebagaimana lazimnya diproses lewat kaur Ikram atas setiap permohonan SKPT, kali ini dikerjakan langsung Lurah Askar secara serampangan dan manipulatif. Sakadar setback, seperti santer dimasyarakat, lahan yang di SKPT kan Alex ini diperoleh dari kasus penyerobotan atas dirinya selaku terlapor yang berujung pada SP3D Polda, 8 Nopember 2021.
Adapun rekayasa SKPT ala Lurah Askar untuk mantan ketua DPRD itu tergambar dalam persyaratan bodong, terutama pokok dokumen sebagai syarat utamanya yang rancu, kabur dan manipulatif.
Tidak hanya itu, data pendukung berupa surat SP3D Polda 8 Nopember 2021 tadi, dan PBB yang baru dimulai tahun 2021 itu diperlakukan secara gelap dan “liar”. Sehingga, atas perintah mantan Bupati Alex, SKPT yang harusnya terbit tahun 2021, namun kenyataannya dibuat seakan-akan pada 7 Oktober 2019.
Menurut kaur Ikram, dengan lampiran dokumen tak jelas Alex, pihaknya dibrief Lurah Askar dengan draf SKPT ditangan, tengah Desember 2021. SKPT tersebut lalu disuruh paraf, tepatnya dua hari setelah Hasanudin kembali menagih janji mediasi lurah Askar kebelasan kalinya – lihat edisi https://infoaktual.id/hukum-kriminal/awas-skpt-bodong-%C2%A0masuki-lahan-rampasan–proyek-ilegal-tahap-ii-rumah-adat-kuras-lagi-apbd-15-m-/
Dikatakan Ikram belum lama ini, pihaknya tidak memegang dokumen Alex, melainkan langsung disodorkan draf SKPT oleh Lurah Askar untuk diparaf. Terus, kenapa lurah tidak disarankan ?
“Kita so kase (sudah kasih,Red) saran itu, bagaimana anu ini. Cuma itu dia (Lurah, red) bilang, anu saja, diparaf saja. Saya cuma lihat anunya (tanggal pembuatannya 7/10/2019, red) saja, dia bilang disposisi saja ini. Itulah kekeliruan saya waktu itu,” tutur Ikram menyesali, sambil membenarkan Lurah Askar pernah dipanggil Alex bantilan.
Terhadap fenomena kasus SKPT abal-abak ini, upaya konfirmasi kali kedua 15 Juni 2022 ke kecamatan Baolan pun dilakukan. Kepala seksi (kasi) pemerintahan kecamatan Baolan, Tasrim yang mendampingi camatnya Andi Irmayanti Azis, S.STP. M.Si, mengatakan kita pihak kecamatan tidak menyatakan sah atau tidaknya ini (dokumen dan SKPT Alex).
“Jadi, kalau memang bapak menganggap itu tidak sah, silahkan bapak lanjut. Yang jelas kita Pak, tidak punya kapasitas menyatakan sah tidaknya itu dokumen,” tangkis ex aparat kelurahan Tuweley itu. Terus, kejar media dengan pelan, funggsi kecamatan sebagai pembina administrasi keluarahan apa saja, apakah dokumen ini tidak termasuk ?
Entah kenapa, setelah berikan jawaban sekenanya, kasi pemerintahan itu tiba-tiba murka.“Jadi, kalau memang itu bapak anggap mumgkin tidak sah atau bagaimana, kelalaian atau ada unsur pidana, silahkan bapak lanjut,” lantang Tasrim, sambil mengaku ditekan.
Menyaksikan sikap kasi Tasrim yang demikian, awak media Athia lantas nyerocos. “Bapak kok jadi ngegas-ngegas sih. Kenapa bapak ngegas, nyolot-nyolot gitu. Bicara aja baik-baik Pak. Nggak, bicara aja bagus-bagus Pak, kok nyolot gitu sih Pak,” cecar wartawati asal Solo itu.
Jika kecamatan tidak punya kewenangan untuk menilai sah tidaknya dokumen ini tanya media saat emosi Tasrim kembali mereda, lantas apa dasar hukum camat mengamini (turut teken) SKPT ini. Apa dasar kecamatan mengamini SKPT ini. Mendengar pertanyaan demikian, kasi pemerintahan yang tadinya menyala-nyala, kini tertunduk, disusul kata camat Andi Irmayanti Azis bahwa saya rasa cukup.
“Saya rasa cukup penjelasan,” ujarnya singkat, dibarengi kasi Tasrim tinggalkan camatnya yang lanjut dipertanyakan lurah yang belum terbitkan surat penolakan permohonan Hasanudin, seperti diharapkan staf ahli pemerintahan pemda, Herlina.
Tapi baiklah, yang jelas polemik – jika tidak disebut mafia – SKPT abal-abal itu, telah jadi pembicaraan sejumlah pihak. Selain ambisi sebagai raja kata sumber terpecaya di Polres Tolitoli, bupati dua periode Alex Bantilan juga hendak hindari kejaran proyek ilegal rehab rumah Adat tahap I 2020 sebesar Rp 950 juta yang sampai berita ini tayang masih terbiarkan. https://infoaktual.id/hukum-kriminal/%E2%80%9Ctabraktubruk%E2%80%9D-tiga-uu-tiga-pp-tambah-diduga-bohongi-publik–dpr-desak-robohkan-rumah-raja-di-na/
Bagaimana tidak dikatan mafia, proyek tahap I 2020 yang diklaim sebagai aset pemda bernama lahan dan bangunan bersejarah dengan nomor 12.01.20.04.7.01.00.2010 itu, dianggarkan lagi untuk tahap II 2022 sebesar Rp 1,5 Miliar dengan menggunakan SKPT abal-abal atas nama Alex sebagai dokumen usulan.
Batapa mafianya, tanah Rakyat yang dirampas lewat SP3 Polres dan SP3D Polda yang oleh pemilik nya menyebut sebagai SP3 “menjijikan”, lalu diklaim sebagai aset bersejarah tapi fiktif, dan menjelma jadi lahan pribadi raja Alex beralaskan SKPT abal-abal, lalu dimasukan proyek rumah Adat dengan total APBD tidak kurang Rp 2,5 miliar yang digelontorkan secara liar.
Suka atau tidak suka dekadensi moral Alex Bantilan ini adalah buah SP3 Polres dan SP3D Polda atas kasus penyerobotan 385 sebagaimana dicematkan mantan kasat reskrim AKBP (purn) Ketut Kerti dimasa lampau yang diduga diproses secara tidak cermat, tak menyeluruh dan utuh sesuai perkap 6 tahun 2019 pada ketika lidik 10 bulan atas laporan lanjutan, 13 Oktober 2020 dengan pasal 167 KUHP.
Ironisnya, gara-gara ingin wujudkan peradaban Adat dengan melegalkan SP3 yang sesungguhnya cacat hukum dan Mal Adminitrasi pemerintahan atas lahan itu, kini aset fiktif dengan nama simpangsiur telah sukses penguras APBD 2020 – 2022 cerara ilegal, bak maling disiang bolong.
https://infoaktual.id/sorot/ditanya-dasar-hukum%C2%A0-25-m-lebih-digelontorkan-di-proyek-rumah-adat-balre-masigi—aset-pemda-fiktif/
Kalau sudah begini, kinerja siapa sebenarnya tidak professional, asal-asalan dan mafia dalam kasus ini. Apakah banggar DPRD yang ngaku jembatan aspirasi masyarakat, pemda dan aparat hukum yang katanya pelayan publik, atau ini memang persekongkolan berjamaah yang diduga dimentori Alex Bantikan yang tanpa nurani mensodomi hak rakyat pemilik lahan demi penuhi sahwat peradaban adat dan uang negara ? (tim).