Bandung, TJI – Bencana banjir yang seolah menjadi agenda tetap dari tahun ke tahun menjadi catatan penting bahwa lingkungan kita memang tengah berubah tetapi kebiasaan buruk dan kesadaran manusia belum banyak yang berubah. Pengambil kebijakan/Pemerintah dan masyarakat banyak mengutip alasan bahwa ini diakibatkan oleh adanya perubahan iklim dan kepadatan penduduk. Jadi, hampir semua orang telah sadar akan keadaan, lalu mempunyai kesimpulan yang sama, namun kita tidak dapat melepaskan kondisi dan keburukan ataupun kebiasaan yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan banjir.
Musibah banjir yang terjadi di sebagian daerah Indonesia, terutama daerah padat penduduk seperti di wilayah Provinsi Jawabarat, misalnya wilayah Kota Bandung dan Kabupaten Bandung, ahal ini jelas banyak menimbulkan persoalan baru. Seperti banyak masyarakat terjangkit penyakit, siklus perputaran ekonomi macet, dan masih banyak kerugian disebabkan karenanya.
Dari kejadian ini, harusnya para pemangku kebijakan seperti Gubernur, Walikota dan Bupati harus lebih jeli dalam menata kota. Tak hanya bicara konsep melangit namun gagal membumi dan melulu galak berceloteh soal ide pembangunan. Sang pemangku haruslah faham dengan kondisi geografis tempat di mana dia tinggal dan menjabat, karena berbeda kondisi, berbeda juga solusi untuk memecahkannya. Pemahaman tersebut yang sudah mulai jarang dimiliki oleh para petinggi negeri hari ini. Para petinggi hanya fokus membangun sesuai Hasrat/selera pribadi dan kelompok daripada kepentingan, kesejahteraan serta keselamatan masyarakat yang seharusnya lebih diprioritaskan.
Banjir sendiri sudah menjadi langganan yang kerap menimpa Kota Bandung dan Kabupaten Bandung, terutama saat curah hujan tinggi melanda. Gagasan heroik pemerintah bicara soal penanganan becana banjir acap kali terdengar di media, namun dalam praktiknya belum juga satu pun yang benar-benar berhasil mengatasi banjir. Masyarakat sudah muak dengan janji-janji tentang solusi penanggulangan banjir yang selalu menjadi alat berjualan saat kampanye. Jika pola yang diterapkan masih saja sama, seumur hidup menjabat, Sang Pemimpin tak akan pernah selesai menangani banjir.
Bencana banjir merupakan masalah yang tidak bisa dianggap sebelah mata. Banyak indikator pendukung yang menjadi petunjuk arah ketika bicara perencanaan penanganan banjir, misalnya seperti bangunan infrastruktur ramah lingkungan. Pembangunan yang tidak melihat serta mempertimbangkan lokasi bangunan, bisa jadi akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat, seperti penyempitan drainase dan pencemaran lingkungan.
Bicara soal penanggulangan banjir, maka tak bisa lepas dari peran masyarakat di dalamnya. Kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan di masyarakat menjadi faktor kuat terjadinya banjir. Sampah yang sulit terurai bisa menjadi penyebab sumbatan saluran air dan menyebabkan luapan saat musim hujan datang.
Upaya penanganan banjir sekecil apapun harus tetap direalisasikan, kebiasaan buruk masyarakat selayaknya harus ditinggalkan dengan membuang sampah pada tempatnya. Dukungan dari segala pihak pemerintah pun dibutuhkan, seperti menambah jumlah tempat-tempat pembuangan sampah dan pengangkutan sampah di lingkungan masyarakat yang lebih intens.
Kesadaran masyarakat akan lingkungan tempat tinggal harus segera dibangun karena melihat problematik banjir belakangan yang meresahkan melanda wilayah Jawabarat semakin parah. Pemerintah harus menggandeng masyarakat dalam penanganan setiap masalah agar kinerja dan pembangunan di daerah lebih efisien.
Jangan sampai anak cucu kita kelak menanggung dampak atas kelalaian dan dosa-dosa yang telah kita perbuat.
Sudah saatnya mulai hari ini bersama kita intropeksi dan muhasabah diri demi kehidupan baik anak cucu kita, tiada yang layak diperjuangkan selain kebahagiaan serta ukiran senyum pada wajah generasi kita kelak.
Penulis: Agus Jaya Sudrajat (Ketua Forum Jurnalis Nusantara)