Kabupaten Sumedang, BKP – Dugaan adanya alih fungsi lahan dan maraknya Bangunan Liar (Bangli) di eks perkebunan teh cisoka margawindu. Menyebabkan banjir bandang di Sungai Cihonje, Desa Citengah, Kecamatan Sumedang Selatan, akhirnya dilaporkan ke dua kementrian.
“Kami telah mengirimkan surat laporan untuk ditindaklanjuti ke dua Kementrian. Bahwa ada dampak kerusakan lingkungan karena kawasan resapan air atau hutan produksi dialihfungsikan tidak sesuai aturan hukum dari Kementrian Lingkungan Hidup”. Ungkap Ketua Umum Bapera Sumedang kepada awak media, Jumat 6 Mei 2022 melalui pesan WhatApps.
Menurutnya, banjir bandang yang ke dua kalinya terjadi itu. Akibat dari kelalaian dan pembiaran terhadap maraknya Bangli dan objek wisata lainnya yang dibangun secara ilegal di eks perkebunan teh Cisoka Margawindu.
Padahal, sambung Supian, kawasan eks perkebunan tersebut merupakan kawasan hutan produksi sesuai dengan perundang undangan tidak bisa dialihfungsikan.
Tak hanya itu, kata Supian, sesuai dengan aturan Tata Ruang dari Kementrian Agraria Tata Ruang (ATR) BPN Republik Indonesia. Apakah persoalan Bangli dan obyek wisata diatas tanah resapan air dan hutan Produksi secara aturan dan kajian hukumnya.
“Isi surat yang kami kirimkan yaitu. Kami meminta untuk melaksanakan evaluasi dan peninjauan lokasi terhadap izin lokasi wisata di sekitar Sungai Cihonje dan sekitarnya. Hal ini karena lokasi tersebut sudah menyalahi Rencana Tata Ruang Wilayah. Dan Rencana Pola Ruang Wilayah yang ada di Kementrian ATR/BPN RI,” jelas Supian.
Termasuk Kawasan Hutan Produksi
Adapun menurut Kementrian LHK RI, sambung Supian, bahwa Lokasi tersebut termasuk dalam Kawasan Hutan Produksi. Tidak bisa dipergunakan menjadi Kawasan Wisata serta tidak termasuk dalam Perda Kabupaten Sumedang Nomor 4 Tahun 2018 Pragraf 8 Kawasan Peruntukan Pariwisata, Pasal 38.
“Kami meminta untuk mencabut izin usaha apapun bentuknya disekitar Sungai Cihonje. Karena hal tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pasal 17, bahwa kriteria pemanfaatan ruang wilayah harus memuat Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya yang terjadi adalah sebaliknya, menghancurkan kawasan hutan lindung,” tuturnya.
Pihaknya, Imbuh Supian, Menolak sepenuhnya tentang Program TORA berupa Redistribusi Kawasan Eks Perkebunan Teh Cisoka Margawindu. Selain adanya alih fungsi kawasan, juga para pemanfaatnya merupakan bukan penduduk sekitar kawasan eks perkebunan tersebut.
“Kami menolak perizinan usaha wisata dengan konsep apapun di sekitar Sungai Cihonje dan sekitarnya. Karena aliran tersebut masuk dalam katagori Kawasan Konservasi dan Sumber Mata Air Murni. Kami meminta untuk membentuk tim evaluasi yang bertugas memberikan masukan kepada Pemerintah untuk pengembangan atau penataan Daerah Aliran Sungai Cihonje dan sekitarnya. Serta redistribusi eks perkebunan Cisoka Margawindu,” harapnya.