Beli BBM Pakai MyPertamina, Agus Jaya S : ” Apakah untuk Mempersulit Rakyat dan Ingin Raih Keuntungan Lebih Besar?”

Bandung, BKP – Saat ini, PT Pertamina (Persero) tengah gencar melakukan roadmap atau peta jalan penyebaran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi untuk jenis Pertalite dan Solar. Dan cara yang digunakan untuk pembelian yaitu menggunakan aplikasi MyPertamina.

Jadi, masyarakat yang hendak membeli BBM melalui aplikasi, pengguna perlu mengunduh terlebih dahulu di smartphone. Kemudian melakukan pendaftaran akun pengguna wajib menghubungkan akun LinkAja yang dimiliki ke aplikasi MyPertamina dengan klik “aktifkan”.

Sedangkan, metode pembayarannya saat ini masih sangat terbatas. Selain menggunakan dompet digital Link Aja, pengguna juga dapat melakukan pembayaran debit langsung hanya dengan tiga pilihan bank yaitu BNI, BRI, dan Mandiri.

Adapun beberapa pengamat dan masyarakat sempat mencoba menggunakan aplikasi untuk membeli BBM di SPBU yang berada dibeberapa daerah yang sudah menggunakan sistem tersebut. Banyak masyarakat yang sudah mencobanya. Namun banyak pihak yang menilai bahwa MyPertamina masih memiliki kesulitan dan kendala, untuk mengaktifkan pun banyak yang mengalami kegagalan, masalah lainnya yaitu dalam hal metode pembayaran.

Kendala itu menurut banyak pihak adalah aplikasi yang masih belum mumpuni dan juga dalam metode pembayarannya. Pasalnya cuma ada LinkAja sama debit. Sedangkan banyak sekali masyarakat Indonesia yang tidak pernah memakai aplikasi- aplikasi itu. Jadi seolah-olah masyarakat diberikan kesulitan dan dipaksa untuk mendownload serta meregistrasi LinkAja juga yang lainnya.

Apakah aplikasi tersebut dapat mempermudah masyarakat?. Khususnya bagi orang tua, terlebih dahulu metode pembayarannya harus terhubung dengan LinkAja. Ataukah akan mempersulit masyarakat?, terkhusus bagi warga yang masih gaptek dan tidak memiliki android.

Agus Jaya Sudrajat, Ketua Ormas Laskar Banten DPC Kota Bandung, yang juga selaku Aktifis dan Pengamat Sosial, berpendapat bahwa masih terdapat kekurangan infrastruktur telekomunikasi dalam pembelian BBM bersubsidi melalui aplikasi MyPertamina. Untuk daerah yang dekat Jakarta atau di kota-kota besar saja banyak yang kesulitan untuk mendapatkan sinyal, apalagi daerah yang jauh dari ibu kota.

“Jika pemerintah serius ingin melakukan digitalisasi dengan mengeluarkan sistem dan kebijakan melalui mekanisme digitalisasi, harus membangun infrastruktur terlebih dahulu dan memastikan sinyalnya stabil secara merata, dan meningkatkan sistem telekomunikasi yang lebih baik hingga ke daerah – daerah”, ujar Agus Jaya.

Agus Jaya melanjutkan, jika infrastrukturnya sudah mumpuni dan layak, maka BBM bersubsidi ini otomatis akan dinikmati oleh masyarakat-masyarakat yang berada di pelosok daerah.

“Dan perlu digaris bawahi, masih banyak masyarakat didaerah terpencil yang berhak mendapatkan subsidi ini, jadi pemerintah jangan membuat mereka makin kesulitan”, tegasnya.

Agus Jaya menuturkan, Diwilayah pelosok juga masyarakat berhak mendapatkan BBM subsidi dan berbagai kemudahannya.

Bukan hanya persoalan telekomunikasi saja, Agus Jaya pun melihat kendala lain terkait dengan edukasi. Dia mengatakan banyak penerima kompensasi atau subsidi ini adalah masyarakat yang mayoritas orang tua. Sehingga kemungkinan besar mereka tidak mengerti teknologi ini.

“Sangat banyak orang tua, dan tak bisa dipungkiri, mereka masih banyak yang gaptek. Bahkan tidak punya handphone atau Android. Jelas hal itu akan jadi kendala. Hal tersebut perlu dipikirkan matang-matang dan harus segera ada solusinya”, tandanya.

Agus Jaya pun mempertanyakan keunggulan dari sistem atau kebijakan pemerintah dalam penggunaan MyPertamina untuk masyarakat Indonesia ini. Dia pun berharap kebijakan ini tidak membodohi atau mempersulit rakyat, dan ingin agar hal ini bukan untuk memudahkan kepentingan para pejabat tinggi, pembesar atau para pengusaha.

“Pemerintah pusat juga harus jeli dalam mengeluarkan kebijakan ini. Apakah keunggulan dan keuntungannya lebih banyak untuk masyarakat Indonesia ini?, apakah akan lebih menguntungkan, mempermudah dan membahagiakan rakyat?, ataukah sebaliknya? “, katanya.

“Dan semoga saja kebijakannya tidak menguntungkan para petinggi dan pengusaha besar. Karena masyarakat khawatir kebijakan ini bukan atas rasa amanah dan bukan juga karena kasih sayang terhadap rakyat. Jadi, jangan sampai hal ini malah makin memperkaya para pembesar dan para relasi yang bekerjasama dengan sistem itu”, pungkas Agus Jaya. ***

Berita Terkini