Benarkah Pemberitaan Di Polda Jabar Diatur, dan Wartawan Harus Memberitakan Sesuai Keinginan Pihak Polda? Awak Media : “Polda Jabar Harus Lebih Transfaran dan Profesional”

Bandung, BKP – Banyak pihak yang bertanya-tanya mengenai kinerja dan transfaransi dari Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat selama ini, dan banyak pihak serta awak media yang menilai kurang adanya keterbukaan dari pihak Polda Jabar tersebut yang saat ini dipimpin oleh Kapolda Irjen. Pol. Drs. Suntana, M.Si.

Hal itu muncul karena terdapat beberapa media yang merasa heran akan pemberitaan yang dimunculkan dan dibagikan oleh pihak Polda Jabar melalui bidang Humasnya terhadap media-media, yaitu berupa tulisan berita jadi, dan katanya tidak boleh diubah, baik ditambahkan atau dikurangi oleh redaksi media-media yang menerimanya.

Maka, dalam hal ini dianggap menciderai kebebasan Pers, tidak sesuai dengan aturan jurnalistik atau aturan-aturan yang tercantum dalam UU Pers No. 40 Tahun 99 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Beberapa awak media menyebutkan, bahwa setiap ada pemberitaan atau publikasi yang menyangkut Polda Jabar ataupun pemberitaan beberapa hal mengenai Polres-polres yang berada diwilayah Polda Jabar, mereka mengaku hanya diberikan berita jadi saja. Dan sangat disayangkan para awak media tidak diperkenankan untuk merubah, mengurangi ataupun menambahkan berita tersebut.

Padahal dalam aturan pemberitaan, Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.

Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.

Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk menjalankan Tugas, Pokok dan Fungsinya (Tupoksi).

Dan semestinya pihak Polda Jabar menyadari bahwa wartawan dituntut dan harus patuh pada kode etik jurnalistik, yaitu:
Pasal 1, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk.

Pasal 2, wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal 3, wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Pasal 4, wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Pasal 5, wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Pasal 6, wartawan Indonesia tidak menyalagunakan profesi dan tidak menerima suap.
Pasal 7, wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaanya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Pasal 8, wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Pasal 9, wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Pasal 10, wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa.

Pasal 11, wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Maka, banyak awak media/wartawan ataupun pihak-pihak redaksi yang merasa keberatan atas sikap serta kebijakan dari pihak Polda Jabar tersebut.

Karena seharusnya pemberitaan ataupun publikasi, wartawan atau awak media harus menggali atau mewawancarai narasumbernya terlebih dahulu. Minimal 2 narasumber, baik itu masyarakat serta yang yang lainnya, yang menyangkut hal yang akan di publikasikan atau diberitakan terhadap publik. Dan wartawan memiliki hak dan kebebasan untuk mewawancarai, mengkonfirmasi, menulis serta memberitakan berbagai hal yang terjadi, selama tidak melanggar aturan serta mematuhi kode etiknya.

“Selama ini kami seringnya hanya dibagi berita yang sudah jadi saja dari humas. Dan itupun tidak boleh dirubah. Jikalau ada yang dirubah, mereka suka negur, ‘pokoknya katanya jangan ada yang dirubah, dikurangi ataupun ditambahkan’”, ujar salah satu wartawan yang sering berada di Polda dan enggan disebutkan nama serta identitasnya.

Selain itu, beberapa pihak menyayangkan, hingga saat ini pihak Polda jarang melibatkan secara langsung para awak media dalam hal penangkapan pelaku kriminal, seperti penangkapan bandar atau pelaku kejahatan narkoba dan yang lainnya. Tidak seperti beberapa tahun lalu, yakni wartawan selalu diikutsertakan secara langsung.

“Kan jikalau ada kegiatan, pihak Polda Jabar seharusnya melibatkan kami sebagai awak media secara langsung, akan tetapi kami seringnya diberikan berita jadi saja. Kan seharusnya wartawan mewawancarai dulu beberapa pihak yang menjadi narasumbernya” kata salah seorang wartawan yang sering berada dilingkungan Polda Jabar.

“Walaupun itu berupa kegiatan positif atau kegiatan sosial dari Polda, seharusnya kami wawancara dulu masyarakat yang mendapatkan manfaat dari kegiatan sosial tersebut, tapi ini malah kami nerima berita jadi tanpa kami wawancara atau mintai keterangan dari narasumbernya, kalau berita mengenai narkoba atau berita kriminal lainnya, ya kami seringnya sama mendapat berita jadi dari humas tanpa wawancara narasumber, tugas kami hanya diminta mempublikasikan, tidak boleh merubah isi berita yang dikirim dari mereka,”, tambahnya.

Sehingga para wartawan tidak mengetahui kejadian ataupun barang buktinya secara langsung.

Maka, banyak awak media yang berharap agar Polda Jabar lebih transfaran serta melibatkan secara langsung kegiatan-kegiatannya, sehingga pemberitaan yang disampaikan terhadap publik sesuai dengan faktanya.

Selain itu, hal tersebut demi terhindar dari asumsi atau rumor miring yang beredar mengenai beberapa kejadian yang terjadi didalam Polda Jabar selama ini. Misalnya mengenai beredar kabar beberapa kali kejadian bahwa adanya orang yang ditangkap mengenai narkoba, dan contoh lainnya mengenai pelaku Tindakan Pidana Korupsi (Tipikor), namun esok harinya atau tidak lama kemudian pelaku tersebut tidak lagi di Polda atau dilepaskan.

Dengan seringnya beredar kabar mengenai hal tersebut, maka banyak masyarakat serta awak media yang berharap agar pihak Polda lebih terbuka serta transfaran, demi menghindari dan mengikis prilaku oknum Aparat Penegak Hukum yang ada dilingkungan Polda Jabar.

Selain itu, demi membangun rasa saling percaya antara Aparat Penegak Hukum (APH)/Polda Jabar dengan publik, di mana pemerintah dan APH harus memberikan informasi akurat bagi publik yang membutuhkan. Serta Membangun dan meningkatkan kepercayaan semua pihak dari kegiatan yang mereka laksanakan.

Namun sangat disayangkan, setelah dikirim surat konfirmasi sejak tanggal 28 Februari 2022, yang ditujukan Langdon ke Kapolda Jabar, Irjen. Pol. Drs. Suntana, M.Si., hingga berita ini diturunkan tidak ada tanggapan dan jawaban sama sekali dari pihak Polda tersebut. ***

Berita Terkini