BKP – Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung satu tahun lebih di Tanah Air tak kunjung mereda. Penularan virus corona semakin memburuk.
Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada Rabu (7/7/2021) pukul 12.00 WIB, ada penambahan 34.379 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.
Ini merupakan jumlah tertinggi kasus baru Covid-19 selama pandemi. Penambahan tertinggi juga pernah terjadi pada Selasa (6/7/2021), yakni sebanyak 31.189 orang.
Penambahan tersebut menyebabkan jumlah pasien yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia kini mencapai 2.379.397 orang, terhitung sejak diumumkannya kasus perdana Covid-19 pada 2 Maret 2020.
Informasi tersebut disampaikan oleh Satgas Covid-19 melalui data yang diterima wartawan pada Rabu sore.
Data juga bisa diakses melalui laman Covid19.go.id.
Data yang sama juga menunjukkan, ada penambahan pasien sembuh dari Covid-19 sebanyak 14.835 orang dalam sehari. Sehingga, total pasien sembuh dari Covid-19 kini berjumlah 1.973.388 orang sejak awal pandemi.
Kendati demikian, jumlah pasien yang meninggal dunia akibat Covid-19 juga masih terus bertambah. Data juga menunjukkan ada penambahan 1.040 pasien Covid-19 yang tutup usia dalam 24 jam terakhir.
Penambahan ini mencatatakan sebagai angka tertinggi kematian akibat Covid-19 di Indonesia.
Dengan demikian angka kematian Covid-19 di Indonesia saat ini berjumlah 62.908 orang.
Selain itu, saat ini terdapat 343.101 kasus aktif Covid-19 di Indonesia. Kasus aktif merupakan pasien terkonfirmasi positif yang masih menjalani perawatan, baik di rumah sakit maupun isolasi mandiri.
Selain itu, pemerintah mencatat ada 93.407 orang yang berstatus suspek Covid-19.
Lonjakan Covid-19 di Indonesia belakangan ini dilaporkan telah menyebabkan kekurangan ketersediaan tabung oksigen di rumah sakit.
Terkait hal itu, Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh meminta pemerintah memastikan ketercukupan dan ketersediaan oksigen, obat-obatan, vitamin, serta kebutuhan pokok masyarakat secara merata.
“Demikian juga mencegah tindakan sebagian orang yang menimbun oksigen, obat-obatan, vitamin, dan kebutuhan pokok yang menyebabkan sulitnya akses bagi orang-orang yang membutuhkan secara mendesak,” kata Asrorun.
Asrorun mengatakan, tindakan yang menimbulkan kepanikan atau menyebabkan kerugian publik seperti memborong, menimbun bahan kebutuhan pokok, masker dan oksigen hukumnya haram.
Menurut dia, penimbunan kebutuhan pokok tidak diperkenankan walaupun untuk tujuan jaga-jaga dan persediaan, sementara ada orang lain yang membutuhkan secara mendesak.
Oleh karena itu, MUI menyarakankan aparat mengambil langkah darurat mengendalikan situasi, menjamin ketersediaan, mencegah penimbunan, dan menindak oknum yang mengambil keuntungan dalam kondisi susah termasuk yang memborong obat-obatan, vitamin, dan oksigen.
“Yang menyebabkan kelangkaan sehingga orang yang membutuhkan dan bersifat mendesak, tidak dapat memperolehnya,” ujar dia.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendorong para pelaku usaha industri gas menambah alokasi produksi oksigen bagi pelayanan kesehatan di tengah situasi lonjakan pasien Covid-19 di berbagai rumah sakit.
“Kami minta pengusaha industri gas agar mengonversi yang tadinya untuk gas oksigen medis itu hanya 20 sampai 30 persen, sekarang dialokasikan sebanyak 50 persen untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang melonjak. Itu akan kita fokuskan dulu untuk memenuhi kebutuhan pasien di rumah sakit,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi.
Nadia mengatakan pemerintah sedang berupaya memenuhi kebutuhan oksigen untuk pasien Covid-19 yang dirawat di fasilitas layanan kesehatan.
Apalagi, saat ini jumlah pasien positif Covid-19 bertambah sekitar enam hingga delapan kali lipat. Sedangkan, kebutuhan oksigen bagi pasien Covid-19 dari semula berkisar 60 ton, meningkat menjadi 3.000-4.000 ton per hari.
Sebanyak 2.200 ton di antaranya telah dialokasikan untuk kebutuhan oksigen di Pulau Jawa.
“Tentunya pemerintah sekarang mencukupi kebutuhan oksigen yang fasilitas pelayanan kesehatan butuhkan. Karena ini tentu upaya untuk melakukan pengobatan pasien-pasien Covid-19,” katanya.
Untuk memenuhi tingginya kebutuhan, diperlukan peningkatan produksi oksigen.
Nadia yakin sebagian produksi gas untuk industri, bisa dialihkan untuk kebutuhan oksigen pasien sehingga bisa menutupi kebutuhan di fasilitas layanan kesehatan.
“Kami minta pengusaha industri gas agar mengonversi yang tadinya untuk gas oksigen medis itu hanya 20 sampai 30 persen, sekarang dialokasikan sebanyak 50 persen untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang melonjak. Itu akan kita fokuskan dulu untuk memenuhi kebutuhan pasien di rumah sakit,” ujar Nadia.
Kemenkes itu mengatakan masyarakat bisa mengakses rumah sakit jika ada keluhan sesak nafas karena terpapar Covid-19 sebagai upaya mendapatkan pasokan oksigen.
“Kalau pasien Covid-19 dalam kondisi sesak napas sudah tidak boleh dirawat di rumah,” kata dia.
Nadia menambahkan pemerintah terus berkoordinasi dengan BUMN Perusahaan Gas Negara (PGN) untuk pemenuhan kebutuhan oksigen.
“Ada Satgas untuk industri gas nasional. Dengan penyedia gas swasta, kami juga koordinasi,” kata Nadia.
Ia pun mengimbau masyarakat untuk tidak panik dalam membeli oksigen, khususnya bagi mereka yang belum membutuhkan. “Karena itu, harga menjadi naik. Orang-orang yang betul-betul membutuhkan pun akhirnya kesulitan mendapatkan oksigen. Kalau masyarakat menyimpan tabung oksigen padahal tidak butuh, berarti akan terjadi kelangkaan, dan otomatis meningkatkan harga. Akibatnya orang yang benar-benar membutuhkan tidak mendapatkan,” tutur Nadia.