Bandung, TJI – Banyak yang menyesalkan kebijakan pemerintah di negeri ini. Di saat warga perlu sentuhan dan bantuan dari pemerintah, pemerintah justru dengan mudahnya menaikan BPJS sekaligus memberikan denda 5 persen.
Secara otomatis, rakyat kecil dan miskin di negeri ini kian menderita. Jika kita melihat pada sila ke-5 Pancasila yang berbunyi “Keadilanan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Banyak rakyat yang bertanya, dimana keadilan yang tertera dalam sila ke-5 dari Pancasila tersebut?.
Padahal sebelumnya pemerintah berencana akan menurunkan pembayaran BPJS.
Alhasil, rakyat menilai kebijakan ini tak konsisten. Apa untungnya BPJS?. Selain untuk membantu pengobatan warga, akan tetapi dengan naiknya BPJS di tengah pandemi corona seperti saat ini merupakan kebijakan yang tak masuk akal.
Apalagi dengan kondisi saat ini, banyak warga yang di PHK, dan mereka tidak memiliki biaya untuk membayar iuran BPJS tersebut.
Banhkan ada beberapa netizen yang berkomentar, jikalau BPJS hanya merugikan rakyat maka dibekukan saja. Dan jangan sampai hanya untuk memperkaya pejabatnya saja.
Banyak pula kalangan yang menilai jika pemerintah saat ini sudah tidak ada kata berpihak pada rakyatnya lagi.
Selain itu, harga BBM pun tak kunjung turun, kendati harga minyak dunia terpuruk. Kini rakyat semakin dibebani dengan kenaikan BPJS.
Kenaikan BPJS ini menimbulkan banyak rakyat yang memberikan penilaian negative terhadap kepemimpinan Jokowi yang tidak berpihak lagi pada wong cilik atau rakyat kecil. Dengan kondisi saat ini, banyak rakyat yang kesulitan untuk membeli beras, apalagi jika harus membayar BPJS. Hal ini membuat rakyat semakin terjepit dan makin menyengsarakan.
Rakyat indonesia saat ini sedang mengalami keresahan dan kesulitan akibat musibah dari wabah virus corona (covid-19). Banyak program yang diberikan pemerintah malah menjadi harapan yang semu dan malah menimbulkan masalah baru ditengah masyarakat. Karena program tersebut banyak yang tidak tepat sasaran dan menimbulkan pertikaian antara beberapa kalangan, misalnya saja dana Pra Kerja yang pernah jadi prioritas untuk rakyat, bantuan sosial yang banyak tidak tepat sasaran, dan lainnya.
Bahkan ada juga rakyat yang menyarankan jika anggaran kartu Pra Kerja yang mencapai Rp 5,6 triliun itu lebih baik direalokasikan ke BPJS saja, daripada harus menaikan iuran BPJS dan memaksa rakyat untuk membayarnya.
Sudah jelas dengan keputusan menaikan BPJS, banyak dari kalangan menengah ke bawah semakin menjerit. Kebijakan ini membuat rakyat semakin tertekan. Jadi, “slogan peduli rakyat kecil” janganlah hanya sekedar lip service saja.
Berbicara mengenai Perpres BPJS Nomor 64 Tahun 2020, kenaikan terjadi merata dari kelas I, II dan kelas III. Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34.
Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp. 150.000 dari Rp 80.000 yang berlaku sebelumnya. Iuran peserta mandiri kelas II naik menjadi Rp 100.000 dari Rp 51.000 yang berlaku sebelumnya. Peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Pemerintah kemudian hanya memberikan subsidi Rp. 16.500, sehingga yang dibayarkan oleh rakyat nilainya tetap Rp 25.500.
Anehnya, subsidi 16.500 akan berkurang di tahun 2021 menjadi 7.000 sehingga iuran kelas III akan dikenakan sebesar Rp 35.000. Kenaikan ini akan resmi diberlakukan pada 1 Juli 2020.
Dengan adanya kenaikan ini, akan membuat semakin banyak rakyat yang antipati dan sentimen negatif terhadap pemerintah. Apalagi janji akan menurunkan “harga BBM” pun hingga saat tak kunjung direalisasikan, jadi hal ini hanya akan dianggap sekedar omong besar dari ungkapan pemerintah yang pernah mengatakan akan “pro rakyat”.
**Agus Jaya Sudrajat (Ketua Forum Jurnalis Nusantara & Panasehat Laskar Banten Bandung Raya)**