Film Yang Mengangkat Potret Perjuangan dan Kekuatan Wanita

BKP – Kisah hidup perempuan selalu layak untuk dibagikan dan menjadi inspirasi. Salah satu medium yang kerap mengangkat tentang perempuan dan perjuangan hidupnya adalah film.

Anda tentu familiar dengan film “Tjoet Nja’ Dhien” dan “Kartini” yang mengisahkan peran perempuan di masa perjuangan sebelum Indonesia merdeka.

Sumber Gambar

Atau mungkin pernah menyaksikan film “Hidden Figures” yang mengangkat cerita tentang 3 perempuan Afrika-Amerika pekerja NASA yang berusaha melawan diskriminasi di Amerika Serikat.

Selain film-film tersebut masih banyak daftar film lainnya yang memotret cerita hidup perempuan.

Tentang perjuangan mereka menyuarakan hal dan kesetaraan, cara mereka mengatasi tantangan untuk menggapai mimpi, hingga menjalani peran penting menjadi istri dan ibu.

Berikut adalah 4 ulasan menarik di Kompasiana mengenai film yang memotret kisah perjuangan perempuan.

1. “Invisible Hopes”, Cerita Perempuan Hamil dan Anak-Anak di Bui.

Film “Invisible Hopes” merupakan film dokumentar yang mengambil setting di Rumah Tahanan Pondok Bambu. Film ini mengajak penontonnya untuk menjelajahi rumah tahanan khusus perempuan itu dan menyelami kisah ibu dan anak-anaknya yang lahir dan besar di dalam bui.

Sumber Gambar

Dalam ulasannya Kompasianer Dewi Puspasari menjelaskan bahwa sebagian perempuan di rutan tersebut melahirkan di bui.

Mereka dalam kondisi hamil ketika ditangkap oleh polisi dan menunggu vonis. Salah satunya adalah Midun atau Hamidah.

Midun terpaksa melahirkan di bui setelah tertangkap menjual narkoba.

Tak ingin menambah beban keluarga, Midun memilih untuk merawat bayinya di dalam rutan.

Hal yang sama juga dilakukan beberapa napi perempuan lainnya.

Pembuatan film “Invisible Hopes” termasuk berani karena sangat jarang ada film dokumenter yang membahas tentang kondisi rutan wanita di Indonesia.

2. “Kim Ji-young, Born 1982” dan Tiga Wajah Generasi Perempuan

“Kim Ji-young, Born 1982” menjadi salah satu film tentang perempuan yang paling ditunggu kehadirannya pada tahun 2019.

Banyak penonton yang sepakat kalau “Kim Ji-young, Born 1982” adalah film feminis yang tak menggembar-gemborkan slogan “feminisme”.

Film ini dikemas dengan begitu gamblang dan apa adanya tanpa perlu kerumitan semiotika, terutama tanpa perlu mencekoki penonton dengan ceramah feminisme.

Film ini juga mampu meninggalkan kesan yang mendalam dan personal bagi para penontonnya.

Menurut Kompasianer Rizka Khaerunnisa karakter Ji-young adalah perempuan dari generasi “perbatasan” di dalam keluarga.

Posisi yang mungkin kini juga tengah ditempati banyak perempuan.  

3. “Little Big Women”, tentang Keluarga dalam Selubung Patah Hati dan Rahasia

Film tentang keluarga di mana seorang ibu menjadi tokoh sentralnya.

Biasanya menghadirkan cerita yang begitu relevan, terasa personal, bahkan tak sedikit yang sentimental.

Kesan itu pula yang bisa ditangkap dalam film Taiwan garapan sutradara Joseph Tsu yang berjudul “Little Big Women”.

Adalah Lin Shoying, seorang wanita dan ibu yang jadi tokoh utama dalam “Little Big Women”.

Pada ulang tahunnya yang ke-70 dia justru mendapat kabar bahwa suaminya meninggal dunia setelah belasan tahun menghilang.

Kabar tersebut justru menjadi awal dari cerita baru di keluarga Lin Shoying dan seolah jadi pembuka pintu yang mengungkap segala rahasia yang selama ini terpendam.

Bagi Kompasianer Yonathan Christanto, film ini mengajak kita untuk menonton catatan harian seorang ibu, lengkap dengan pesan woman empowerement yang mampu disampaikan secara berimbang tanpa terasa mendiskreditkan kaum laki-laki.

4. Ketika Idealisme Terbentur Birokrasi dalam Film “Samjin Company English Class”

Film “Samjin Company English Class” yang mengambil latar pada tahun 1995 ini bercerita tentang tiga karyawan wanita, yakni Lee Jayoung (Go Ahsung), Jung Yoona (Esom), dan Shim Boram (Park Hyesoo) yang bekerja di Perusahaan Samjin.

Meski sudah mengabdi cukup lama dan diupah rendah.

Ketiga mampu memperlihatkan keterampilan yang tak kalah dengan pekerja lainnya yang diupah lebih tinggi.

Perjuangan mereka untuk bisa naik pangkat akhirnya mendapat jalan ketika perusahaan membuat semacam sayembara bahwa pegawai yang memiliki kemampuan TOEIC lebih dari 600 akan dinaikkan posisinya menjadi asisten manager. Film ini juga membawa pesan yang bisa jadi pelajaran terutama bagi perempuan yang sedang atau akan turun ke dunia kerja.

Berita Terkini