Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) saat ini tengah melakukan penyelidikan atas tuduhan eksploitasi dan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh orang-orang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai pekerja badan PBB. ‘Orang-orang’ disebut sedang terlibat dalam penanganan wabah Ebola di Republik Demokratik Kongo (RDK).
Dalam keterangannya mereka mengatakan pimpinan staf marah atas laporan terbaru yang menyebutkan adanya sejumlah oknum petugas yang melakukan pelecehan seksual terhadap para wanita selagi mereka melakukan tugasnya di RDK. “Tindakan yang diduga dilakukan oleh individu yang mengidentifikasi diri mereka bekerja untuk WHO tidak dapat diterima dan akan diselidiki dengan ketat,” katanya dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari AFP Selasa (29/9).
“Pengkhianatan terhadap orang-orang dalam komunitas yang kami layani adalah tercela,” katanya, menekankan bahwa “kami tidak mentolerir perilaku seperti itu pada staf, kontraktor, atau mitra kami,” lanjut pernyataan itu.
WHO menunjukkan bahwa mereka memiliki kebijakan tanpa toleransi sehubungan dengan eksploitasi dan pelecehan seksual. “Siapa pun yang diidentifikasi terlibat akan dimintai pertanggungjawaban dan menghadapi konsekuensi serius, termasuk pemecatan segera,” katanya. Hingga saat ini ada lebih dari 50 wanita yang menuduh pekerja bantuan Ebola melakukan pelecehan seksual.
WHO tidak menguraikan tuduhan spesifik tersebut. Pernyataan itu muncul setelah laporan investigasi oleh The New Humanitarian menemukan bahwa lebih dari 50 wanita telah menuduh pekerja bantuan Ebola dari WHO dan organisasi non-pemerintah terkemuka melakukan eksploitasi seksual. Tuduhan itu termasuk memaksa mereka untuk melakukan hubungan seks sebagai upah pekerjaan.
WHO mengatakan direktur jenderalnya, Tedros Adhanom Ghebreyesus, telah memulai tinjauan menyeluruh atas tuduhan tersebut, serta meninjau masalah perlindungan yang lebih luas dalam pengaturan tanggap darurat kesehatan. RDK saat ini sedang memerangi wabah Ebola baru di provinsi Equateur yang telah menelan 50 kematin sejak Juni dan sekitar 120 kasus terinfeksi.
Wabah saat ini adalah yang ke-11 di DRC, dan yang ketiga dalam dua tahun terakhir.