Inilah Cerita Munarman, Dari Aktivis HAM hingga Jadi Tersangka Terorisme

Jakarta, TJI – Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Selasa (27/4) sore. Munarman ditangkap di kediamannya, wilayah Tangerang Selatan lantaran diduga terlibat dalam kasus tindak pidana terorisme.

Munarman

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri, Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan Munarman telah berstatus sebagai tersangka saat ditangkap oleh Densus 88.

“Jadi pada saat penangkapan saudara M posisinya sudah tersangka,” kata Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (28/4).

Munarman bukan nama yang baru-baru ini saja ramai diperbincangkan. Ia memiliki perjalanan panjang di kancah politik nasional sebelum dijerat polisi dengan kasus terorisme itu.

Dihimpun dari berbagai sumber, Munarman lahir di Palembang, Sumatera Selatan, 16 September 1968. Ia adalah anak keenam dari sebelas bersaudara. Munarman menikah dengan Ana Noviana pada 1996. Ia memiliki tiga orang anak.

Munarman memulai karir saat bergabung dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Palembang pada 1995. Saat itu, ia bergabung sebagai sukarelawan.

Dua tahun berselang, Munarman kemudian dipromosikan sebagai kepala operasional organisasi.

Dari YLBHI, ia kemudian menjadi Koordinator Kontras Aceh pada tahun 1999-2000. Kariernya berlanjut hingga menduduki posisi Koordinator Badan Pekerja KontraS. Ia lalu pindah dari Aceh ke Jakarta.

Pada September 2002, Munarman terpilih sebagai Ketua YLBHI setelah lembaga itu mengalami kekosongan kepemimpinan selama sembilan bulan.

Saat terpilih Munarman unggul dengan perbandingan suara 17 dari 23 orang. Ia mengalahkan Daniel Panjaitan yang saat itu menjabat Wakil Direktur YLBHI Jakarta.

Dikutip dari wawancaranya dengan Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun, Munarman bercerita soal perjalanannya hingga bergabung ke FPI.

Awalnya, kata Munarman, dirinya bersama gabungan dari laskar ormas Islam mengawal aksi penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 2008.

Aksi itu berakhir ricuh dan ia sebagai penanggung jawab laskar harus mendekam di penjara.

“Saya sebagai penanggung jawab kelaskaran, harus bertanggung jawab, sempat diadili, kebetulan bareng Habib Rizieq (Pentolan FPI) itu, diproses, divonis 1 tahun 6 bulan,” ujar Munarman.

Selama di penjara ia bersebelahan dengan sel Rizieq Shihab. Munarman mengaku banyak diskusi dengan Rizieq pada masa itu.

“Saya banyak belajar dari beliau dari aspek ilmu keagamaan, saya banyak menyerap ilmu agama. Mulai yang sederhana, dari cara perbaiki salat,” katanya.

Munarman mengaku makin intens berkomunikasi dengan Rizieq hingga ditawarkan aktif bergabung di FPI selepas keluar dari lapas pada 2009.

Ia pun bergabung dengan FPI dan mulai menjabat dari ketua bidang.

“Sejak 2009 akhirnya saya itu ketua-ketua bidang. Pertama Ketua Bidang Nahi-Munkar 2009-2013. Setelah itu, karena referensi saya cukup banyak, saya jadi Ketua Badan Ahli, semacam jadi dewan pakar sampai 2013-2015,” ujarnya.

Munarman juga bercerita sempat menjabat sebagai sebagai Ketua Bidang Keorganisasian dengan tujuan menata struktural organisasi FPI.

“Sudah itu beres, saya diminta Habib Rizieq untuk jadi sekum (Sekretaris Umum),” katanya.

Kini, ia telah ditetapkan sebagai tersangka kasus terorisme. Sementara FPI telah dimasukkan ke dalam kategori organisasi terlarang oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Kementerian/ Lembaga. **AJS**

Berita Terkini