Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, BKP – Sedang dirasuk nurani (kesadaran moral), apa gerangan daratan seluas 4.079,77 km² dengan penduduk 220.411 jiwa bernama kota cengkeh Kabupaten Tolitoli itu.
Mengapa Tolitoli memilih bungkam ketika digempur berita tanpa basa-basi, yang inshaAllah dapat dipertanggung jawabkan sesuai prinsip etis jurnalistik dan UU Pers.
Apakah dia yang tegak 16 Juli 1964 itu sudah terkooptasi nalar berpikir mafia seperti di film-film barat dalam menjalankan, mengawal gerak-gerik politisi, birokrasi dan penegak hukum, sehingga kasus penguasa demikian benderang, seakan dibiarkan subur.
Ataukah dia sudah tidak punya rasa malu menyaksikan penyimpangan, keserakahan. Buktinya, dia hanya sibuk memburu kenalpot bising tanpa helem, maling jemuran, perampok harga kopra di kios-kios desa dan penikmat sabu di lorong-lorong kota.
Galak terhadap penunggak PBB, pabrik padi tanpa IMB, tak kecuali bom ikan dihabitat terumbuh karang. Sebegitu heboh kerahkan APBN anjing pelacak dalam telusuri jejak dokter F yang raib 20 hari dimalam lebaran.
Sibuk amankan terduga penimbun minyak goreng yang notabene kalakuan kementrian dagang.
Sebaliknya, tampak menyengat bau uang KKN, semisal Rp1 M CSR sembako dhuafah dari Bank, SPPD fiktif, piutang belasan miliara punya pihak ketiga, tapi justru loyo bagai cendol sagu.
Tidak hanya itu, dia dinilai curang dalam memproses kasus penyerobotan lahan rakyat yang berakhir di SP3 “menjijikan”. Menjijikan, sebab SP3 itu buah lidik “busuk” – hanya panggil jasad ayah ibu dan adik pelapor di kuburan dengan surat reskrim untuk bersaksi penguasa merampas.
Belum lagi proyek ilegal rehab rumah adat dua tahap, 2020 Rp 950 juta dan Rp 1,5 M pada 2022. APBD 2019 Rp 1,5 M juga begitu, dibawah berwisata di lokasi pribadi bupati berkedok destinasi pariwisata di pulau Kapas, Dakopemean.
Dan kini, terjadi lagi penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) tembak samping – persyaratannya abal-abal – di objek Sp3 punya terlapor.
SKPT yang sejatinya dibuat 202, dimanipulasi jadi 7 Oktober 2019, lalu diseludupkan masuk banggar DPRD. Lantas, Rp 1,5 M duit negara ditimba untuk rehab rumah adat tahap II berkedok peradaban budaya dan adat.
Sementara tahap I Rp 950 juta sudah duluan diembat di ruang persekongkolan banggar DPRD, seiring 30 politisi dari Pileg 2019 itu saling sikut jatah pokir, bertopeng aspirasi.
Pokonya, kabupaten dibawah nahkoda pertama Haji Rajawali Pusadan itu melepas penipu kontraktor dengan iming-iming paket proyek. Seperti digempur berita, kesemua itu, termasuk bohongi publik, menghasut sukunya adalah kerjaan Ex Bupati, Alex Bantilan.
Terus, Alex yang ngaku raja merasa dihina jadi alat mengasut, dan sukses. Kolintang adat dibawah sejumlah orang pun marah di proyek ilegal yang diklaim aset pemda bernama lahan dan banguan bersejarah halu itu.
Halu, halusinasi adalah langkah licik dan kamuflase agar perangai mafia APBD dan SKPT di lokasi orang, kabur. Saking liciknya bermafia, ketika disiram tinta jurnalis, langsung kerahkan UU ITE, sambil selipkan pasal ayat sesat.
Demikian cepat wartawan itu diproses hukum, diberitakan Tv dan dibunyikan RRI bahwa Alex seakan-akan disengat berita hoax. Kursi plastik terperiksa di ruang sidik pun ditendang, sebagai terror bagi goresan peristiwa fakta jurnalis itu.
Konyolnya, ketika dilapor balik dengan “sekarung” bukti dan saksi, hukum Tolitoli itu cepat-cepat bersilat warna pasal, bahwa belum dimukan peristiwa pidana atas raja Alex.
Parahnya, pemangku hukum yang lain di sana justru menunjuk warna sebaliknya, Alex bisa tersangka kalau pakai warna pasal ini. Masa sesama penegak saling-silang, aneh.
Akhirnya, masih adakah sisa moral hukum di kabupaten Tolitoli menjerat Ex Bupati berambut gondrong putih itu ? Yang jelas, dekadesi moral hukum di situ sudah dilontar pensiunan AKBP Ketut Kerti dan praktisi hukum, Irwanto Lubis.
Kakanda mantan Ka-kanwil BPN, Mohtar Deluma, wakil ketua DPRD Azis Bestari dan Jemy Yusuf, apalagi. “Kita cari baiknya ha,” ujar kabag wasidik Polda Sulteng, AKBP Yusuf saat SP3 Polda meluncur, 8 Nopember 2021. (Sumber : Tim Redaksi infoaktual. id)