Jakarta, TJI – Menteri Sosial Juliari Batubara mengatakan perbedaan data penerima bantuan sosial (Bansos) terkait penanganan pandemi Virus Corona (Covid-19) terjadi karena dinamika politik.
Menurut Juliari, desa yang tidak terdata sebagai sasaran penyaluran bansos bisa terjadi karena dinamika politik di daerah.
“Distorsi ini terjadi karena mungkin kita sama-sama tahu, kita sama-sama orang politik, mungkin ada faktor politiknya. Mungkin ada faktor like and dislike antara dinas sosial dengan kepala desa yang memberikan dana,” kata Juliari dalam Rapat Kerja Komisi VIII yang disiarkan langsung akun Youtube DPR RI, Rabu (6/5).
Juliari mengatakan, Kemensos menerima data sepenuhnya dari dinas sosial. Menurutnya, tidak ada sumber data lain yang digunakan Kemensos dalam menentukan penerima bansos.
Walaupun begitu, Juliari tak bisa memastikan data yang diserahkan dinas sosial sesuai dengan dinamika di lapangan. Dia juga mengakui Kemensos tidak mengecek ulang data yang disampaikan pemda.
“Kemensos terima dan tidak akan cek lagi. Kenapa? Karena tidak punya waktu. Karena hanya tiga bulan program ini. Kalau waktu kami hanya dihabiskan untuk cek ke lapangan, covidnya selesai, bantuannya belum datang,” katanya.
Sebelumnya, pemerintah menggelontorkan Rp 405,1 triliun untuk meredam dampak pandemi virus corona. Sebanyak Rp 110 triliun, dan dialokasikan untuk jaring pengaman sosial berbentuk bantuan sosial.
Juliari sempat menemukan kejanggalan pembagian bansos yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dia menyatakan telah memeriksa 15 titik penyaluran bansos di Jakarta. Lalu menemukan warga penerima bansos Kemensos sama dengan penerima bansos DKI.
Dia menambahkan, awalnya pemerintah pusat hanya akan menyalurkan bansos kepada warga yang tidak menerima bantuan Pemprov DKI. Jumlahnya sekitar 1,3 juta kepala keluarga.
“Pada saat Ratas (Rapat Terbatas) terdahulu, kesepakatan awalnya tidak demikian. Gubernur DKI meminta bantuan pemerintah pusat untuk meng-cover bantuan yang tidak bisa di-cover oleh DKI,” kata Juliari. **Bayu Aji**