TJI – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengadu ke Komisi XI DPR RI mengenai sulitnya memproyeksikan RAPBN 2021 lantaran hantaman keras pandemik virus corona baru (Covid-19) yang membuat perubahan ekonomi nasional tidak menentu.
“Dengan kondisi Covid-19 dan pengaruhnya terhadap perekonomian kami mencoba untuk menyampaikan proyeksi dari indikator-indikator yang akan kita gunakan dalam perhitungan nota keuangan RAPBN 2021,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI membahas KEM PKF RAPBN 2021, Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Senin (22/6).
Mantan Direktur Bank Dunia ini mengatakan, untuk tahun 2020 pemerintah telah melihat proyeksi ekonomi berada di kisaran -0,4 persen sampai dengan 1 persen. Setelah mengalami kontraksi dahsyat akhirnya diubah akibat sentimen negatif dari virus asal Kota Wuhan, China.
“Ini karena uper endnya yang 2,3 persen kami revisi ke bawah dengan melihat kontraksi di Q2 (kuartal II). Seperti yang kami sampaikan juga dalam sidang kabinet minggu lalu sekarang fokus dari pemerintah adalah mengejar agar Q3 dan Q4 ekonominya bisa kembali pulih dari kontraksi di Q2,” paparnya.
Sri Mulyani sempat berharap kondisi ekonomi di bulan April hingga Mei sudah dalam kondisi terburuk. Sehingga dalam bulan Juni hingga Juli bisa terjadi perbaikan ekonomi dan menjadikan momentum tersebut untuk menjaga kuartal tiga dan kuartal empat.
“Inilah yang menjadi fokus pemerintah dalam menggunakan instrumen kebijakannya. Kami tentu bersama Pak Gubernur akan terus mengawal agar di Q3 dan Q4 bisa terealisir, baik di APBN maupun moneter bisa kita jaga bersama,” katanya.
“Ini yang diharapkan bisa menimbulkan confident (percaya diri) bagi kita untuk bisa melihat proyeksi 2021. Di mana kami memperkirakan proyeksi 2021 pertumbuhannya ada di kisaran 4,5-5,5 persen,” imbuhnya.
Menkeu dua periode ini mengatakan, jika dibandingkan dengan lembaga internasional yang melakukan estimasi terhadap perekonomian Indonesia seperti Bank Dunia, pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi mereka hanya 0 persen dan tahun depan akan tumbuh di angka 4,8 persen.
Namun, di Indonesia, pemerintah sendiri telah memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan -3,9 persen jika terjadi gelombang kedua Covid-19.
“OICD memperkirakan Indonesia akan negatif 3,9 persen hingga -2,8 persen , tergantung akan terjadi second hit atau tidak. Kalau terjadi second hit atau second wave maka kontraksi tahun ini diperkirakan akan -3,9 persen dan kalau tidak terjadi akan -2,8 persen. Tahun depan OICD membuat proyeksi yang range sangat luas 2,6 hingga 5,2,” tutupnya