Jakarta, TJI– AH yang diduga melakukan penipuan dengan nilai mencapai Rp 95 miliar disebut sebagai anak dari seorang miliarder terkenal di Semarang, Jawa Tengah. Hal itu pula yang menjadikan para korban tidak curiga dengan praktik dugaan penipuannya.
Lukmanul Hakim, kuasa hukum para korban mengatakan, AH adalah anak dari Budi Hartono.
“Mereka tak menyangka akan ditipu karena AH merupakan seseorang pengusaha dan putra dari seorang miliarder asal Semarang, Budi Hartono,” kata Lukmanul kepada wartawan di Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (29/4/2021).
Selain itu, para korban juga mempercayai Agus Hartono, karena penampilan yang meyakinkan.
“Para korban percaya kepada AH karena pria 36 tahun itu secara penampilan sangat menarik. Mereka berpikir secara tampang, AH bukanlah orang yang tidak punya uang,” tutur Lukmanul.
Modus Beli Tanah
AH diduga melakukan penipuan dengan nilai fantastis, yakni mencapai Rp95 miliar.
Praktik dugaan penipuan ini dilakukan AH lintas provinsi dan kota di pulau Jawa, dengan modus berpura-pura ingin membeli tanah para korbannya.
“Kalau semuanya ini kan ada kelompok Salatiga, Yogyakarta, Semarang semuanya itu lebih 95 miliar,” kata Lukmanul Hakim, Kamis.
Berdasarkan informasi yang digali Lukmanul, sejumlah kasus penipuan yang dilakukan AH terjadi pada 2016 lalu. Awalnya, AH mendatangi para korban dengan dalih membeli tanah mereka.
“AH menggunakan modus pura-pura membeli tanah korban, dengan cara memberikan uang muka terlebih dahulu. Lalu setelah itu pihak AH meminta sertifikat tanah dengan alasan dibalik nama, dengan rayuan dan modus bahwa pelunasan akan dilakukan setelah dari bank cair,” jelas Lukmanul.
Namun, bukannya sisa uang pembayaran dilunaskan, sertifikat tanah milik para korban malah dibalik nama menjadi atas nama perusahaan AH dan dijadikan jaminan untuk meminjam uang ke bank.
“Menurut para korban sertifikat- sertifikat sudah beralih nama menjadi atas nama AH,” kata Lukmanul.
Modus AH bisa mendapatkan sertifikat tanah para korban dengan berbagai alasan, seperti untuk pengecekan keasliannya, bahkan para korban disuruh menanda tangani kertas kosong.
“Akta kuasa menjual yang tanda tangan pihak penjualnya dipalsukan, hampir semua dijanjikan akan dilunasi setelah kredit cair, akan tetapi sampai dengan saat ini belum dilunasi,” tutur Lukmanul.
Perkara ini pun sebenarnya sudah dilaporkan para korban ke pihak kepolisian, namun tidak pernah menemukan hasil yang memuaskan, seperti yang sudah dilakukan 8 klien Lukmanul yang berasal dari Jawa Tengah.
Karenanya, Lukmanul mengaku telah melakukan koordinasi dengan Mabes Polri, agar perkara ini dikawal sampai tuntas. Bahkan pihaknya menyatakan akan mengadu juga ke Komisi III DPR RI.
“Sifatnya, kami sudah berkoordinasi dengan Mabes Polri, karena para klien, korban telah membuat laporan sebelumnya di daerah mereka. Jadi laporan tidak boleh tumpang tindih. Kami juga berharap agar perkara ini sebaiknya ditarik ke Mabes Polri saja. Dan kami juga berencana ke Komisi III DPR RI,” kata Lukmanul. **BY**