Pendiri dan Petinggi ACT Diduga Selewengkan Dana Umat, Gaji CEO-nya Rp250 Juta Per Bulan

Bandung, BKP – Tagar Jangan Percaya ACT trending di Twitter, Minggu (3/7/2022) malam.

Trendingnya Tagar Percaya ACT di Twitter berawal dari unggahan salah satu warganet terkait pemberitaan dimedia Tempo yang membahas adanya penyelewengan di tubuh lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT)

Bahkan warganet itu mendesak Polri, Kemenkumham dan Kemendagri membongkar dugaan penyelewengan dana yang dilakukan ACT.

ACT juga mengirim dana ke LSM teroris selain kiriman pribadi dari petinggi di lembaga filantropi itu.

“Sering ditegaskan agar @DivHumas_Polri @Kemenkumham_RI @kemendagri membongkar dana ZIS yg dikumpulkan Aksi Cepat Tanggap yg dikirim ke LSM teroris & u/memperkaya pribadi-2. Cabut izin ACT, tangkap pengurusnya, & sita semua uang ZIS ACT : kembalikan ke umat via @Kemenag_RI,” ujar Akun @Ayang_Utriza sembari foto sampul majalah Tempo dengan judul utama ‘Kantong Bocor Dana Umat’.

“Kami sudah tegaskan berulang kali: jangan kasih izin ke LSM/yayasan yg bukan Ormas u/menjadi pengumpul dana ZIS umat. Mereka hanya jejaring 1 ideologi politik. BAZIS hanya boleh u/ormas Islam yg punya massa & struktur pusat-desa di NKRI: NU, MD, NW, JW, MA, Perti, Khoirot, dll,” cuit akun @Ayang_Utriza lagi.

“Gaji sebulan 250 juta. Presiden? Bukan Menteri? Bukan Ketum PBNU atau PP Muhammadiyah? Bukan Tapi pimpinan sebuah lembaga donasi. Duitnya dari umat. Memang enak ngurusi umat yg modalnya percaya dan husnuz zhan. Entar kalau disenggol langsung pada ngamuk bawa2 kitab suci,” tambah akun @na_dirs.

“Pengikutnya dilarang protes, nggak ada yang perlu disesali,” cuit akun @amrudinnejad_ sembari kembali menyematkan gambar sampul majalah tempo berjudul ‘Kantong Bocor Dana Umat’.

Sebagai informasi, dilansir dari laman ACT, tanggal 21 April 2005, Aksi Cepat Tanggap (ACT) secara resmi diluncurkan secara hukum sebagai yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan.

Sementara itu, Aksi Cepat Tanggap (ACT) adalah organisasi nirlaba profesional yang memfokuskan kerja-kerja kemanusiaan pada penanggulangan bencana mulai fase darurat sampai dengan fase pemulihan pasca-bencana.

Organisasi ini pertama kali melakukan aksinya sejak tahun 1994 di Liwa, Lampung Barat dalam merespons bencana gempa bumi.

Beragam komentar dilontarkan warganet terkait limbungnya ACT.

Banyak dari warganet memberikan kritikan dan sindiran dengan beragam kalimat yang tajam.

Bahkan pegiat media sosial Eko Kuntadhi juga menyindir gaji CEO Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebesar Rp250 Juta per bulan.

Menurutnya gaji CEO ACT, yang merupakan lembaga filantropi itu jauh lebih besar dari gaji komisaris dan dirut BUMN.

Bahkan menurut Eko, gaji petinggi ACT di level tengah bisa mencapai Rp80 Juta sebulan, berdasarkan laporan media Tempo.

Hal itu dikatakan Eko melalui akun Twitternya @_ekokuntadhi, Minggu (3/7/2022).

“Gaji CEO Rp250 juta sebulan. Level tengah bisa Rp80 juta sebulan. Fasilitas kendaraan Alphard atau Fortuner. Semua hasil mengepul sumbangan. Komisaris sama dirut BUMN mah, lewat….,” kata Eko.

Ia juga menyertakan foto sampul majalah Tempo dengan judul utama ‘Kantong Bocor Dana Umat’.

Di sana juga tertulis kalimat yang menyebutkan ACT tengah limbung karena pelbagai penyelewengan dana donasi masyarakat yang ditenggarai dilakukan oleh pendiri dan pengelola lembaga filantropi itu.

“Tempo menamainya Aksi Cepat Tilep!,” ujar Eko di cuitan berikutnya sembari menyematkan tulisan laporan utama tempo dengan judul Aksi Cepat Tilep.

Di bawahnya tertulis laporan Tempo yang menyebutkan lembaga pengelola dana sosial Aksi Cepat Tanggap (ACT) diduga menyelewengkan donasi publik. 

Duit sedekah itu diduga sebagian digunakan untuk memenuhi gaya hidup bos-bos ACT.

Mengutip isi laporan Tempo, disebutkan bahwa gaji yang diterima petinggi ACT terlihat jomplang bagaikan bumi dan langit jika dibandingkan dengan gaji di lembaga filantropi lain.

“Kantong Bocor Dana Umat. Lembaga filantropi ACT limbung karena pelbagai penyelewengan. Pendiri dan pengelolanya ditenggarai memakai dana donasi masyarakat untuk kepentingan pribadi,” demikian narasi tertulis dalam sampul majalah Tempo.

Contohnya saja, gaji tertinggi di lembaga filantropi Indonesia yakni Dompet Dhuafa misalnya sebesar Rp 40 juta.

“Yang lain di bawah Rp 30 juta,” ungkap Direktur Komunikasi dan Aliansi Strategis Dompet Dhuafa, Bambang Suherman.

Sementara gaji petinggi di lembaga filantropi lainnya yakni Rumah Zakat lebih kecil lagi dibanding ACT dan Dompet Dhuafa.

“Gaji tertinggi di lembaga kami tidak lebih dari Rp 25 juta,” ujar Direktur Pemasaran Rumah Zakat, Irvan.

Masih berdasarkan laporan Tempo, donasi yang dihimpun ACT pada 2020 setidaknya mencapai Rp 462 miliar.

Sedangkan Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat masing-masing menghimpun dana donatur Rp 375 miliar dan Rp 224 miliar pada 2020.

Selain menerima gaji dan fasilitas tinggi, para petinggi ACT ditengarai juga mendulang uang dari unit bisnis yang ada dibawah lembaga itu.

Salah satunya, berasal dari PT Hydro Perdana Retailindo.

Terkait hal ini tagar #JanganPercayaACT sempat menjadi trending, hingga Minggu malam.

Dari pantauan Timesjurnalis.id, tagar ini mencapai 2.092 tweet sampai Senin (4/7/2022) dinihari pukul 00.15. ***

Berita Terkini