Kab. Subang, TJI – Ketua Komisi IV DPRD Subang H. Ujang Sumarna melakukan inpeksi mendadak (Sidak) ke gedung Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang, Rabu (9/3/2022) kemarin.
Kepada awak media, Sumarna mengatakan bahwa dalam pengadaan sejumlah mesin jahit dan mesin obras di SKB Disdikbud Kabupaten Subang, yang menurut dugaannya rekondisi atau tidak sesuai dengan spesifikasinya.
“Dalam sidak tersebut, hanya untuk membuktikan secara langsung terkait adanya pemberitaan di media bahwa pengadaan mesin jahit dan mesin obras di SKB Disdikbud ini, katanya tidak sesuai dengan spesifikasinya, alias barang bekas,” ujar Sumarna.
Namun, sebut dia, keterangan dari PPTK dan PPK membuat bingung dirinya. Karena masing-masing berbeda.
“Menurut Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Memet, bahwa pihaknya menolak mesin-mesin itu karena dengan alasan tidak sesuai dengan spesifikasinya. Dinas terpaksa menunda pembayaran kepada pihak ketiga, baru akan dibayarkan setelah ada penggantian dengan mesin-mesin yang benar-benar baru. Sementara keterangan dari pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) Herman, justru menurutnya sudah dibayarkan ke pihak pengusaha, karena SPM nya sudah turun, artinya pembayarannya sudah langsung ditransfer ke rekening CV tersebut,” terangnya mengutip pernyataan dari PPK dan PPTK.
Sumarna menegaskan, Komisi IV akan mengundang pihak Disdikbud, termasuk bagian keuangan Pemkab Subang, untuk klarifikasi terkait permasalahan tersebut.
“Pokoknya Komisi IV akan menjadwalkan pekan depan akan mengundang Kadisdikbud dan bagian keuangan serta PPK dan PPTK, termasuk pihak perusahaan, untuk kita komprontir, agar persoalan ini terang benderang,” tegasnya.
Dia menambahkan, jika terbukti sudah dibayarkan, meski pihak perusahaan akan menggantinya dengan mesin yang baru, Komisi IV tetap akan membawa persoalan ini ke ranah hukum.
“Kita lihat saja nanti, yang benarnya yang mana, apa keterangan dari PPK atau PPTK, yang benar. Jika keterangan PPTK yang benar, maka akan kami laporkan ke ranah hukum, agar kasus serupa tidak terulang kembali, meski nilai proyek pengadaannya di bawah Rp 100 juta,” ungkapnya. ***