Tulisan Islami – “Akal menjadikan derajat manusia lebih tinggi daripada hewan”, kalimat ini sudah banyak yang mengenal dan banyak yang sudah hafal. Namun jarang disadari bahwa akal manusia juga bisa menjadi alat dalam merealisasikan nafsu hewani. Maka, banyak juga yang berpendapat, bahwa akal tidak selalu meninggikan derajat manusia, namun, bisa juga menjadikan manusia lebih rendah daripada hewan. Hal itu terjadi akibat akal yang tanpa dibarengi kearifan.
Kearifan yang dibarengi akal, tidak akan merendahkan derajat manusia itu sendiri. Kearifan-lah yang sebenarnya mengangkat derajat manusia, bukan hanya akal saja. Karena itu, kearifan harus ditanam dan dipupuk sebelum (penyempurnaan fungsi) akal dan sebelum bertambahnya berbagai ilmu pada diri seseorang.
Karena kearifan lebih utama dan lebih tinggi daripada akal. Kearifan itu berasal dari hati yang arif, yaitu hati yang sadar tentang adanya Allah beserta sifat-sifatNya, dan kesadaran tentang berlakunya takdir Allah di setiap perkara sekecil apapun. Kesadaran tentang kehadiran dan peran Allah inilah yang menjadi kendali bagi akal, kesadaran ini pula yang melahirkan kearifan bagi manusia yang dikarunia akal tersebut.
HATI ADALAH KUNCI
Sesungguhnya ada banyak kebaikan di sekeliling kita,
Namun, Keegoisan menutupi dan membuat kita buta akan kebaikan yang ada disekitar kita bahkan diseluruh penjuru alam tempat kita bernafas.
Sesungguhnya kita punya banyak SAHABAT, tapi KEBENCIAN membuat mereka yang ada disekeliling kita tampak bagai Musuh.
Sesungguhnya kehidupan kita sudah BAHAGIA, tetapi KESERAKAHAN membuat semua yang ada disekitar kita dan semua yang telah kita miliki dirasa tidak pernah CUKUP.
Sesungguhnya hidup ini DAMAI, tapi CINTA yang berlebih terhadap hal DUNIAWI membuat hati seseorang selalu merasa RESAH.
Kunci permasalahannya bukanlah pada orang dan keadaan diluar kita, melainkan di dalam HATI manusia itu sendiri.
Maka pantaslah jika seseorang yang menjaga ke-salim-an hati atau selalu bersyukur dan menerima apapun yang ada serta yang dimilikinya saat ini, maka, akan berbahagia di dunia, bahkan lebih lagi anugerah kebahagiaan yang akan dihadiahkan Allah di akhirat nanti.
“Pada suatu hari nanti, dimana harta, tahta serta keturunan tak lagi memberikan manfaat, kecuali mereka yang datang kepada Allah dengan HATI yg selamat”. (Terjemahan. QS. Asy Syuaraa 88-89).
BURUKNYA PERANGAI ATAU SIKAP PASANGAN DAN LADANG IBADAH
Alqur’an mengajarkan cara pandang yang indah terhadap maslah pasangan hidup kita. Hal itu terdapat didalam QS. At Taghobun-14:
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka”
“Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuninya (ghofuur: menutup keburukan mereka yaitu tidak menyebarkan kepada orang lain dengan kejengkelan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Kandungan Al-quran di atas menyiratkan cara pandang tertentu terhadap pasangan dengan sikap/perangai buruk, berbeda dengan cara pandang umum yang ada selama ini. Bahwa keburukan itu sesungguhnya bukanlah neraka rumah tangga, melainkan ladang menuju surga.
Adapun dalam prakteknya, tahapan-tahapan agar keburukan pasangan tadi benar-benar menjadi ladang amal ibadah, adalah sebagai berikut :
- Menerima pasangan dengan segala kekurangannya, memaklumi karakter buruknya, tulus memaafkan karena kasih dan sayang.
Haruskah demikian ?
Memahami perjalanan hidup seseorang (termasuk mereka yang berbuat buruk) akan melahirkan rasa iba. Karena, tidak semua orang lahir dan dibesarkan oleh orang tua yang akur-rukun dan penuh keteladanan, tidak semua orang berada di lingkungan atau di asuh oleh kalangan Agamis, tidak semua orang terbina oleh guru yang Bijak. Dan banyak sekali orang yang terbentuk oleh masa lalu yang ‘kurang beruntung’ dan masih harus berjuang demi masa depannya. Sama dengan manusia lainnya, mereka pun punya kelemahan, kekurangan dan keterbatasan dalam upaya memperbaiki diri. Namun terlepas dari itu, mereka semua layak untuk bisa bahagia dan mendapat kebaikan. Jika lingkungan dikitarnya mengerti dan memahaminya tentu akan memberi kesempatan, empati dan kesabaran. - Akan meningkatkan kualitas AMAL kita jika menyikapi pasangan yang buruk dengan sikap sabar, tenang dan berusaha ikhlas adalah hal yang akan dinilai lebih oleh Allah dari kita. Mengapa demikian ? Karena pasangan dengan sikap tidak baik sesungguhnya adalah media ujian dari Allah. Dengan media tersebut Allah hendak menguji :
✓ masihkah kita meyakini bahwa ALLAH ADA DEKAT bersama kita, ataukah selama ini kita merasa hanya sendiri ?
✓ sadarkah bahwa sebagai Sang Sutradara ALLAH telah MENGIJINKAN adanya keburukan pasangan, ataukah kita mengira Allah tidak punya peran itu ?
✓ mampukah kita YAKIN bahwa takdir ini dengan perhitunganNya yang Maha Akurat dan dengan tujuan Agung serta Mulia, ataukah kita mengira ini semua ditujukan Allah hanya untuk keburukan dan kesusahan hidup kita ?
✓ masihkah kita HUSNUDZAN bahwa takdir Allah ini dibersamai dengan sifatNya yang Ar-Rahman Ar-Rahim Al-Latief dan lain-lain, yang penuh sifat kebaikanNya yang begitu sempurna, ataukah takdir ini adalah bentuk pembiaran atau rasa tegaNya?
Jawaban yang berlandaskan Iman niscaya akan membawa kita pada sikap-sikap terbaik dan berbagai amalan yang berkualitas. - Mendahulukan TELA’AH yang mendalam dan menahan diri agar tdak terpancing emosi.
Yakini dan selalu afirmasi bahwa emosi negatif hanya akan memperburuk masalah, sedangkan menela’ah berdasarkan ilmu adalah jalan terbaik, meski seringkali butuh proses panjang. Menela’ah akan membantu kita memahami sebab akan munculnya keburukan dari pasangan kita, dan penyebab berulangnya kesalahan yang mereka lakukan. - BERBUAT BAIK dan mendoakan kebaikan
Kebaikan yang istiqomah (rutin) akan mengusir keburukan. Terlebih jika kebaikan-kebaikan pada pasangan dilandasi pemahaman terhadap riwayat hidupnya, dan diniatkan untuk mengisi yang ada dalam jiwanya, agar hatinya yang keras melunak, agar mudah menerima hidayah Allah. Dan seharusnya semua kebaikan ini disempurnakan dengan do’a. - Bukankah do’a orang terdzalimi itu mustajab?
Bukankah untaian do’a-do’a yang baik untuknya sama dengan do’a yang akan menghentikan keburukannya?
Bukankah semakin tulus untaian do’a yang baik akan semakin mempercepat berbagai keburukannya berhenti?Tabaarokallah
Maha Benar Allah dg firmanNya :
“Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.”
(QS. Fussilat 41: Ayat 34).
Maka akan lebih baik jika menjalin pertemanan atau persahabatan dengan penuh Cinta, dengan penuh belaian kelembutan tanpa kekerasan apapun serta selalu berkalimat lembut dan bernada mesra dengan pasanganmu (yang berlandaskan iman) sehingga akan membuat pasanganmu akan kembali menemukanmu di Surga nanti. **Agus Jaya Sudrajat**