WALHI : “Pemda Sumedang Lalai Biarkan Bangunan dan Wisata di Eks Perkebunan Cisoka Margawindu”

Kabuapten Sumedang, BKP – Pasca bencana banjir bandang di Sungai Cihonje, Desa Citengah, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang pada Rabu (4/5/2022) lalu. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) langsung terjun ke eks perkebunan teh Cisoka Margawindu. Selama kurang lebih dua hari, untuk pemetaan lahan yang seluas ± 715 H.

“Selama kurang lebih dua hari, kami kemarin langsung terjun ke lapangan untuk mengcek langsung kondisinya. Kami keliling ketiga desa, Desa Pelita Asih Kecamatan Selaawi Garut, Desa Cipancar dan Desa Citengah. Kemudian kami lanjut keliling ke kawasan yang dimiliki KSDA serta kawasan yang berbatasan dengan KSDA. Setelah itu kami melakukan pemetaan dan sample tanah,” ujar Dedi salah satu dari pihak WALHI saat dihubungi awak media. Sabtu (7 Mei 2022) melalui telepon.

Untuk sample tanah, sambung Dedi, belum diuji, namun mengantisipasi ketika nanti dibutuhkan oleh pihak BRIN atau dulu namanya LIPI pihak Walhi sudah menyiapkannya, karena urusan kajian tanah tersebut merupakan kewenangan dari pihak BRIN.

“Namun, hasil pemetaan yang didapatkan oleh pihak kami dilapangan, kami overlay dengan peta kawasan Kehutanan, overlay juga dengan kawasan peta HGU serta overlay juga dengan peta MICRO DAS. Ternyata, hasil rapat kami, setelah kami overlay dengan peta kawasan bahwa ada kerusakan diwilayah KSDA walau tegakan dan batasan masih bagus, namun, perbatasan KSDA itu langsung berbatasan dengan kawasan HGU,” tutur Dedi.

Peta Berbentuk Corong

“Biasanya, kawasan konservasi atau eks HGU tercover oleh kawasan hutan lindung. Namun, untuk di eks Perkebunan teh Cisoka ini tidak, di dalam peta, kawasan eks HGU langsung ke kawasan KSDA. Begitu kami cek, ada kawasan sekitar ± 715 Hektare. Eks HGU itu harusnya menjadi hutan alam, kenapa harus menjadi hutan alam? Karena didalam peta itu bentuknya corong (menyerupai hurup V),” jelas Dedi.

Dedi menuturkan, bahwa di dalam peta tersebut berbentuk corong. Maka salah satu contoh saja, ketika daerah Citengah atau Cipancar tidak hujan. Namun hujannya di eks HGU dititik 511 H, maka air akan masuk semuanya bersumber kepada kawasan KSDA. Yaitu Sungai Cihonje maka disebutkan air sungai meluap.

“Hasil kajian kami, permasalahan peta tersebut, ditemukan juga permasalahan didalam peta itu. Dimana dalam peta 715 Hektare kebanyakan perkebunan teh, tegakannya masih teh dan sisanya itu pemukiman, wisata dan sawah. Heran saja, mereka itu membangun dari atas ke bawah sehingga berjejer dan hal tersebut penataannya tidak benar. Kalau misalkan sebelum dibangun itu dilihat dulu tempat mana yang amannya dan mengetahui bahwa kawasan tersebut berbentuk corong,” kata Dedi menegaskan.

Pada prinsipnya, lanjut Dedi, penataan yang ada itu semuanya salah. Baik penataan dalam konteks wisata, termasuk juga pemukiman warga. Mohon maaf sekali lagi, bukan menyalahkan masyarakat tapi WAHLI menyalahkan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang yang memberikan izin dan tidak memberitahukan kepada masyarakat bahwa membangun di tempat tersebut berbahaya.

Lalainya Pemda Sumedang Membiarkan Membangun Di Eks Perkebunan Teh Cisoka

“Kenapa sekarang ada bencana banjir dari Sungai Cihonje? Karena sekarang sudah banyak orang dan Bangunan di kawasan HGU itu. Beda lagi dengan dulu, yang hanya penduduk asli saja dan tidak ada pembangunan yang lain lainnya. Pada prinsipnya sekali lagi, pemerintah itu sendiri yang mengabaikan, padahal pemerintah punya cara, punya kewenangan dan punya aturan, tapi kenapa dibiarkan,” ujar Dedi dengan nada heran.

Berdasarkan data-data nama wisata yang dimiliki, tambah Dedi, itu semuanya ada di dalam kawasan eks HGU dan itu jelas ilegal. Termasuk pemukiman masyarakat yang berdiri diatas tanah HGU atau negara. Seharusnya masyarakat ditempatkan oleh pemerintah di tempat yang aman bukan ditempat yang sekarang. Terkait dengan jual beli tanah garapan milik negara itu dua duanya juga salah karena memang ilegal.

“Dari luas ± 715 Hektare di kawasan tanah HGU itu berbentuk corongan, dan dititik tersebut sedang dibangun, kenapa tidak di titik kebun teh nya dan masih banyak juga tegakan, kenapa tidak menata di sana, malah menata di dalam Corongan tersebut. Jadi konteks dari sebab akibat itu dari lalai nya Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang membiarkan Bangunan terjadi, dan yang kedua abainya ATR/BPN yang telah membiarkan tanah terlantar tersebut tidak segera ditata,” kata Dedi menegaskan. ***

Berita Terkini