Warga Besipae Menolak Kesepakatan Pemda NTT dan Nabuasa

Kupang (NTT) – Warga Besipae-Pubabu, kecamatan Amnuban Selatan, kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur menolak kesepakatan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Provinsi NTT dengan orang-orang yang mengatasnamakan warga Besipae pada tanggal 21 Agustus 2020.

Penolakan tersebut tertuang dalam surat pernyataan tanggal 24 Agustus 2020 yang ditandatangani oleh 51 warga Besipae-Pubabu.

Copian surat pernyataan penolakan warga Besipae diterima media ini Rabu, (26/8/2020) di Kupang.

“Dengan ini menyatakan menolak kesepakatan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Provinsi NTT dengan orang-orang yang mengatasnamakan kami pada tanggal 21 Agustus 2020.

Kami tidak pernah membuat dan menandatangani persetujuan atau kesepakatan menyerahkan lahan kepada pemerintah propinsi pada tanggal 21 Agustus 2020.

Bahwa tiga orang yang membuat dan menandatangani kesepakatan dengan pemerintah propinsi NTT yaitu Nope Nabuasa, Frans Nabuasa, P. R Nabuasa bukan bagian dari kami masyarakat Besipae (korban) yang berhak atas tanah dimaksud.

Maka kami masyarakat Besipae menolak kesepakatan tersebut”, bunyi tulis dalam surat pernyataan tersebut.

Ketua Masyarakat Hukum Adat dan Budaya Amnuban Smartiienryk W. Nope, SH melayangkan surat kepada Presiden Republik Indonesia tentang Aduan kepada Bapak Presiden tentang Tindakan Pejabat Pemprov NTT yang berusaha menguasai Tanah Adat Pubabu (Besipae) di Kabupaten TTS.

Surat dikeluarkan Nope pada tanggal 24 Agustus 2020.
Dalam surat tersebut disebutkan “pejabat Pemprov NTT membangun opini dan mengadu domba masyarakat adat dan yang sangat mengecewakan kami adalah tindakan para pejabat Pemprov ini telah merusak tatanan budaya dan adat istiadat serta peradaban masyarakat Timor.

Kalau keturunan Temukung jadi Raja lalu keturunan Fetor dan Raja jadi apa?, tanya Nope.

Penyerahan kemarin 21 Agustus 2020 tersebut untuk menyerahkan tanah Besipae yang mana? Apakah para pejabat Pemprov tidak sadar bahwa dengan penyerahan hak tanggal 21 Agustus 2020 kemarin bukankah status tanah seperti dari seseorang yang dari level Mentri turun ke level Camat?

Mohon bapak Presiden memberikan arahan dan diklat Tata Praja yang logis bagi pejabat –pejabat Pemprov tersebut sehingga tidak bertindak dengan cara-cara yang tidak logis”, tulis Nope dalam suratnya.

Dalam surat tersebut Nope meminta kepada Bapak Presiden untuk menyampaikan secara tegas kepada Gubernur NTT “untuk menghormati adat dan budaya serta hukum adat yang masih hidup dalam masyarakat Timor.

Berhenti membangun narasi dengan ucapan-ucapan rasial yang dapat membenturkan masyarakat Timor, berhenti membangun narasi yang mengacaukan tatanan system budaya dan struktur dalam saluran tradisional yang memutarbalikan fakta-fakta sejarah tentang kedudukan Temukung sehingga membingungkan masyarakat umum.
Yang jelas bahwa Temukung bukan Raja.

Menghentikan segala tindakan yang terindikasi refresif terhadap masyarakat adat karena akan mencoreng nama baik pemerintah Republik Indonesia dimata masyarakat adat, menjunjung harkat dan martabat pemerintahan Republik Indonesia yang Berbhineka Tunggal Ika”, tulis Nope dalam suratnya.

Sementara Frans Nabuasa, P. R Nabuasa, Nope J. D. I Nabuasa selaku pihak pertama dan Pemprov NTT diwakili Dr. Z. Sony Libing, M.Si selaku pihak kedua pada Jumat, (21/8/2020) menandatangani surat kesepakatan tentang status tanah Besipae.

Dalam surat pernyataan tersebut disepakati areal Besipae seluas 3.780 hektar tetap menjadi milik pihak kedua sesuai kesepakatan tahun 1982.

Surat pernyataan tersebut disaksikan oleh Dandim 1621/TTS Letkol CZI Koerniawan. P, Kapolres TTS AKBP Ariasandy, SIK, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Prov NTT Dr. Marius A. Jelamu, M.Si, Kasat Pol PP Provinsi NTT Ir. Kornelius Wadu, SH, Gustaf Nabuasa, S.Pt, Pdt. Yorim Y. Kause, S.Th, mengetahui Camat Amnuban Selatan Yohanis Asbanu, S.Pt.(*/Red)

Berita Terkini