
CIMAHI , Buletinkompaspagi .id // Sengketa tanah di Kelurahan Ci Pageran, Kecamatan Cimahi Utara, semakin memanas setelah ahli waris (Alm) Yaya bin Martasasmita menemukan kejanggalan dalam kepemilikan tanah mereka. Permasalahan utama bukan sekadar administrasi, tetapi ketidaksesuaian objek tanah yang diklaim oleh Aisah.
Berdasarkan dokumen yang ada, Aisah mengajukan Sertifikat Hak Milik (SHM) dengan dasar Kohir 1361. Namun, tanah yang ia duduki justru berada di Kohir 1362—tanah yang secara sah dimiliki oleh ahli waris Yaya bin Martasasmita. Fakta ini menimbulkan tanda tanya besar dan semakin menguatkan dugaan bahwa Aisah bukan kali ini saja terlibat dalam kasus serupa. Sebelumnya, Aisah pernah tersandung masalah hukum dengan pola yang hampir sama terkait klaim tanah yang diduga tidak sah.
Kuasa ahli waris, U. Supriatna, menegaskan bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan prosedur penerbitan SHM, tetapi lebih kepada penyalahgunaan objek tanah yang dilakukan oleh Aisah.
“Kami tidak bicara soal administrasi penerbitan sertifikat, tetapi ini tentang kepemilikan tanah yang jelas-jelas tidak sesuai. Pemegang SHM Kohir 1361 tidak seharusnya menguasai tanah yang tercatat dalam Kohir 1362. Ini bukan kesalahan biasa, tetapi sudah masuk ke ranah perampasan hak,” tegasnya.
Melihat permasalahan yang semakin meruncing, ahli waris melayangkan permohonan pemblokiran SHM Nomor 13443 ke BPN Kota Cimahi. Sebagai respons, BPN mengeluarkan surat undangan mediasi nomor: 25 UND-32.77.MP.01.01./11/2025 untuk menggelar pertemuan pada Jumat, 7 Februari 2025, pukul 11.30 WIB.
Mediasi dihadiri oleh tim ajudikasi unit kerja penanganan sengketa, Kasi PPS BPN Kota Cimahi Ibu Santi, perwakilan kelurahan, serta ahli waris Yaya bin Martasasmita. Namun, Aisah justru tidak hadir tanpa alasan yang jelas.
Menurut ahli waris pemohon, ketidakhadiran Aisah dalam mediasi ini bukanlah hal yang mengejutkan. Selama ini, pihak Aisah selalu menghindar dari setiap upaya penyelesaian sengketa.
“Setiap kali kami berupaya menyelesaikan masalah ini secara baik-baik, Aisah selalu menghindar. Dia tidak pernah mau diajak bicara atau bertemu langsung untuk membahas objek tanah yang dipermasalahkan. Ketidakhadirannya dalam mediasi ini semakin membuktikan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan,” ujar salah satu ahli waris dengan nada kecewa.
U. Supriatna menegaskan bahwa permasalahan ini sudah berlangsung lebih dari lima tahun, dan pihaknya tidak akan tinggal diam.
“Kami meminta BPN membuka semua arsip dan melakukan pengecekan lapangan. Jika memang Aisah memiliki SHM atas Kohir 1361, mengapa tanah yang ia duduki justru berada di Kohir 1362? Ini yang harus dijelaskan secara terbuka dan tidak boleh ada yang ditutup-tutupi,” katanya.
Sementara itu, Ibu Santi dari BPN Kota Cimahi mengakui bahwa pihaknya belum melakukan verifikasi lapangan secara menyeluruh terkait batas tanah yang disengketakan.
“Kami mengakui ada kekurangan dalam proses verifikasi objek tanah. Ke depan, kami akan lebih ketat dalam pemeriksaan agar tidak terjadi kesalahan yang merugikan pihak lain,” ujarnya.
Namun, pernyataan ini justru semakin menguatkan dugaan bahwa ada kelalaian serius dalam pemetaan tanah yang memicu konflik berkepanjangan.
“Kami hanya ingin hak kami dikembalikan. Tanah Kohir 1362 adalah milik kami, tetapi malah dikuasai oleh pemegang SHM Kohir 1361. Ini bukan kali pertama Aisah terlibat dalam kasus seperti ini. Kami akan terus memperjuangkan hak kami hingga keadilan ditegakkan,” tegas salah satu ahli waris.
Kasus ini menjadi peringatan bahwa masalah kepemilikan tanah harus ditangani dengan lebih transparan dan tegas. Ahli waris mendesak BPN untuk segera menyelesaikan sengketa ini sebelum semakin berlarut-larut dan merugikan pihak yang berhak.
RED *Derry *