Miris, Guru Honorer PAI Tertua di Sukabumi Bergaji 300 ribu Perbulan, Sudah Mengabdi 41 Tahun

Sukabumi, BKP – Suara deru motor 4 tak, bergemuruh di halaman SDN Cukangbatu, Bojongsawi, Desa Tegalega, Kecamatan Cidolog, Kabupaten Sukabumi. Belum sempat memarkirkan motor sejumlah pelajar berlarian satu-persatu menyalami sosok pria paruh baya pengendara motor tersebut.

Pria itu adalah Yayat Supriatna (62), guru karawitan dan Pendidikan Agama Islam (PAI), berstatus honorer mengabdi selama 41 tahun. Pria yang akrab disapa Abah Yayat itu adalah guru honorer tertua di Kabupaten Sukabumi yang masih gesit mengabdi.

Yayat Supriatna (62), guru karawitan dan Pendidikan Agama Islam (PAI), berstatus honorer mengabdi selama 41 tahun di Sukabumi.

“Nama saya Yayat Supriatna, guru honorer tertua di Kabupaten Sukabumi. Saat ini saya mengajar di SDN Cukangbatu, Kecamatan Cidolog. Abah, alhamdulillah karena datang mengajar dari hati nurani mengabdi kepada negara, tanpa mikirin keuangan abah ingin memanfaatkan ilmu yang ada untuk pribadi sendiri maupun orang lain,” kata Abah Yayat saat ditemui awak media, Sabtu (28/5/2022).

Abah kemudian merinci perjalanannya menjadi seorang guru honorer yang dimulai pada tahun 1981 silam. Dari beberapa sekolah dasar hingga madrasah di wilayah Selatan Sukabumi. Sampai akhirnya mengajar di SDN Cukangbatu.

“Abah mulai dari tahun 1981, dilanjutkan ke SDN Cipamingkis tahun 2004, sebelum ke SD mengajar juga di MI, sampai kemudian tahun 2009 – 2010 abah langsung ke SDN Cukangbatu, Alhamdulillah sampai sekarang kalau dibilang betah ya betah karena semua sumbernya kan dari ikhlas,” tutur Abah.

“Tiga bulan sekali Rp 900 ribu, kalau dihitung ya Rp 300 ribu perbulan dibayarkan pertiga bulan melalui BOS. Abah tidak banyak menuntut karena memang muridnya sedikit. Kalau dihitung cukup enggak cukup ya dicukup-cukupin, biaya perjalanan harian saja untuk 1 liter bensin harga kemarin masih Rp 10 ribu dikalikan 26 hari mengajar sudah berapa? Habis di jalan,” ungkap Abah seraya terkekeh.

Abah menyebut angka Rp 300 ribu sebagai gajinya tiap bulan, untuk menerima uang itu abah harus menunggu selama 3 bulan pencairan dana BOS. Sehingga total ia terima Rp 900 ribu.

Meskipun masih satu desa, jarak antara kediaman Abah Yayat dan tempatnya mengajar terbilang cukup jauh, menempuh jarak 20 kilometer bolak-balik mengajar setiap hari dari tempat tinggalnya di Kampung Bojong, Desa Tegal Lega, Kecamatan Cidolog.

“Dulu akses jalan buruk luar biasa, pernah bagus dan sekarang rusak lagi. Motor satu-satunya kendaraan yang mengantar saya mengajar. Pulang mengajar, saya kadang membantu istri jualan gendong keliling kampung,” lirihnya.

Tamimah (59) istri Abah Yayat adalah penjual gendong, rupa-rupa barang ia jual mulai dari pakaian hingga kain sarung berkeliling kampung. Itu pun bukan milik sendiri, Tamimah berjualan barang titipan milik orang.

“Ya setiap hari begitu, pulang mengajar bantu istri kemas barang. Kadang anak juga suka mengantar, kalau saya pulang agak siang istirahat sebentar langsung membantu istri jualan. Enggak seberapa tapi cukup, yang penting keluarga bisa tetap menjaga dapur tetap menyala,” pungkas Abah.

Bunyi tanda pelajaran dimulai berbunyi, satu persatu pelajar bersiap masuk ke ruangan kelas. Sebelum pelajar masuk kelas, Abah berdiri dan menuliskan Bismillahiramnirahim di papan tulis. Terdengar suara Abah agak serak namun tegas, mengajarkan soal budi pekerti kepada siswanya.

Sekitar 45 menit di ruangan kelas. Abah Yayat berpindah masuk ke ruangan karawitan, sejumlah alat gamelan tersedia di ruangan itu. Dengan tangkas Abah Yayat mulai menepak kendang, sementara siswanya memegang kenong, gong, bonang dan alat lainnya.

Cara mengajar Abah jenaka, sejumlah siswa yang berlatih gamelan beberapakali terbahak dengan tingkahnya. Hal itulah kemudian yang membuat siswa betah berlama-lama belajar karawitan bersama Abah Yayat.

“Harus diselingi hiburan, kalau terlalu serius malah enggak masuk. Makanya kadang saya melucu, agar pelajar juga betah,” pungkas Abah Yayat.

Berita Terkini