Akibat Banyak Mafia Proyek, Hasil Bangunan Tidak Baik, Hasil Pengadaan Barang dan Jasa Kurang Berkualitas serta Tidak Sesuai Aturan

Bandung, TJI – Berbicara mengenai Proyek, baik itu Pengadaan Barang dan Jasa, Proyek Infrastruktur atau Bangunan. Yang dilakukan secara Tender/Lelang ataupun secara Penunjukan Langsung. Sering terjadi, adanya permintaan uang di muka, ini yang terkadang melalui tim sukses yang menawari kegiatan pelaksanaan Proyek, terutama aspirasi dari para legeslatif dan ekskutif, dan ini hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Agus Jaya. S

Mengenai mekanisme proses untuk mendapatkan kegiatan Pelaksanaan Proyek, memang hingga saat ini, semakin baik persyaratan lelang yang diatur oleh Pemerintah. Namun, di era sekarang aturan yang dibuat malah mudah disiasati oleh para Pemangku Kepentingan. Mengingat masih banyak Para pemangku kepentingan seperti tim sukses, menawari kegiatan pelaksanaan Proyek, dengan meminta uang dimuka.

Tak bisa dipungkiri, proses percaloan proyek sudah terjadi semenjak lama, bahkan dilakukan bukan hanya dari pihak swasta saja, tapi juga dari pihak Aparat Penegak Hukum (APH). Seperti, Oknum Polisi dan Oknum Jaksa. Makanya saat Presiden Jokowi melarang Pihak Aparatur Negara, baik itu Pegawai Negeri Sipil (PNS) ataupun Aparat Penegak Hukum (APH) untuk bermain Proyek. Banyak pula dari kalangan Pengusaha Kecil yang bergerak dibidang Proyek Pemerintahan yang selalu mencari nafkah dibidang tersebut, menyambut baik himbauan Presiden itu. Apalagi katanya langsung di tindaklanjuti oleh Jaksa Agung dengan melarang Pihak Kejaksaan terlibat langsung dalam Pengawasan Proyek yang bernama Tim Pengawal Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan (TP4). Walaupun akhirnya TP4 tersebut dibubarkan oleh Kejaksaan Agung pada bulan Desember 2019 lalu.

Sudah seharusnya kita mendukung keinginan pemerintah untuk menegakan dan menertibkan Pelaksanaan penyelenggaraan pembangunan yang baik melalui proses Lelang yang baik dan berkualitas demi mewujudkan pembangunan yang berkualitas.

Labelisasi kata Mafia, umumnya orang mengartikulasi sekelompok orang yang melakukan tindakan kekerasan dalam hal Kriminalitas. Namun, sebenarnya pemahaman Mafia tidak mesti harus berbalut dengan kriminalitas. Mafia pun bisa berwujud baru seiring perkembangan zaman dan faktor kelihaian manusia dalam berpikir demi menciptakan hal yang baru.

Perubahan pemahaman mafia, bilamana ditinjau dari konteks permainan proyek memiliki pengertian tersendiri. Mafia dalam ranah proyek bisa terlihat dari perilakunya, bagaimana dia bisa bermain curang dalam memperoleh proyek-proyek pemerintahan.

Diksi mafia digunakan Susan Rose Acekerman (1999), dalam menggambarkan keberadaan negara yang tak berdaya, dikarenakan berada di bawah kendali jaringan Mafia.

Praktik mafia sudah lama berlangsung aman-aman saja dan berkelanjutan, karena secara langsung dan tidak langsung memperoleh perlindungan dari pihak para Penguasa. Bahkan memahami esensi lahirnya Mafia sangat kuat karena faktor kepentingan. Ini, sejalan dengan pemikiran Adam Smith dalam bukunya The Theory of Moral Sentiments”.

Dalam bukunya Adam Smith mengatakan, “Berikan padaku apa yang kamu kehendaki dan kamu akan memperoleh apa yang kamu inginkan dalam arti dari tiap tawaran”.

Intinya setiap manusia bisa mendapatkan bantuan, jika dapat masuk dalam kepentingan sesamanya. Di sinilah Mafia proyek mulai menfaatkan apa yang sudah diberikan bantuan kepada para Politisi, Instansi Pemerintahan, Pejabat Dinas ataupun Aparat Penegak Hukum.

Yang menjadi kendala hingga saat ini, Mafia proyek sulit dihilangkan, dikarenakan menggunakan cara-cara seperti sebuah sel yang selalu membelah dan membangun kelompoknya ataupun membentuk serta memiliki banyak jaringan. Tetapi memiliki induk semangnya yang memiliki kewenangan atau Pemangku Kebijakan dilingkungan Pemerintahan.

Jika pelaku mafia proyek tertangkap, biasanya langsung digantikan dengan yang lainnya yang masih memiliki hubungan kerabat atau pemilik kepentingan. Sebelum masuk dalam lingkarannya, tehnik melakukan kesepakatan menjadi syarat kunci. Apabila dianggap nyeleneh atau sudah tidak bisa diatur lagi, atau bisa membahayakan serta dianggap sudah kurang memberikan keuntungan, maka induk semang akan menggantikan dengan orang baru yang bisa dikendalikan dan diatur.

 Modus dan aktor
Modus dan aktor pelaku yang melakukan tindakan Mafia proyek, sebenarnya sudah tidak asing dan banyak terjadi dihadapan kita hingga saat ini. Mereka pandai membaca situasi permainan. Dan modusnya pun sangat bervarian. Sudah banyak sekali pemberitaan di berbagai Media mengenai tindakan serta Mafia Proyek yang tertangkap juga terjerat hukum. Namun, lingkaran Mafia proyek masih saja ada dan begitu kuat.

Hal ini bisa diidentifikasikan sebagai berikut :

  1. Banyak perusahan swasta membangun hubungan mesra dengan pihak Apatur Pemerintah, khususnya dengan Kepala Daerah, Pejabat Dinas, bahkan dengan Kepala Dinasnya, guna meloloskan proyeknya sehingga bisa jatuh ke pemilik perusahaan swasta tersebut.
  2. Banyak juga yang menggunakan jalur surat rekomendasi atau “surat sakti” dari Pimpinan Tertinggi atau setingkat Gubernur, Walikota, Bupati ataupun Pejabat Tinggi yang ada dalam Aparat Penegak Hukum.
  3. Banyaknya proyek yang sudah di-setting dari awal oleh perusahan dan Pejabatnya, yang sudah dimasukan dan dipilih untuk dimenangkan (sebagai Pengantin) dalam proyek-proyek tertentu.
  4. Membangun kesepakatan dari awal dengan panitia Tender Proyek, dan; Kelima, mafia proyek melakukan ancaman penembakan, intimidasi dan kekerasan.

Ada pula Mafia proyek yang menerapkan ancaman, intimidasi, ditambah lagi masuk kelompok yang dinilai tidak profesional dari kalangan Lembaga Masyarakat yang masuk menjadi Staff Ahli atau Tim Asistensi, sehingga membuat lingkaran Mafia proyek semakin gemuk.

Tanpa disadari, kalangan ini menjadikan Aktor baru atau Pelaku penting dalam meraih proyek pemerintah. Cara yang demikian muncul pada era baru pasca Reformasi. Jikalau hal ini tidak bisa diatasi, maka akan menjadi meluas dan perilaku Mafia proyek semakin kuat serta akan merusak berbagai sektor yang ada di negara ini.

Mafia proyek pun mampu memasang banyak kaki. Tujuannya menurunkan tingkat kerugian dari para pengusaha. Kondisi itu dilakukan pengusaha tidak hanya di satu daerah saja, tetapi pada skup lebih luas lagi yakni hingga nasional. Jelas tidak ada satu pun Mafia proyek yang ingin rugi dan hanya mendapatkan sedikit keuntungan. Parahnya lagi, mereka seolah tidak mempedulikan kepentingan serta kesengsaraan masyarakat dan seluruh rakyat yang ada negara ini. Karena jelas akan banyak kerusakan akibat dari ulah para Mafia proyek ini.

Penyebab maraknya Mafia proyek yang bermain di birokrasi pemerintah, tentunya tak lepas dari Sistem Birokrasi yang mencakup pada tatanan management dan perilaku pelaksana yang menjalankan pemerintahan atau para penyelenggara negara.

Lemahnya membangun budaya kejujuran dan beretika sejak dini melalui sosialisasi dan informasi juga termasuk kategori penyebab maraknya mafia proyek.

Banyak masyarakat yang kurang menyadari akan bahayanya mafia proyek bagi berbagai kehidupan bangsa indonesia ini. Maka, untuk meminimalisir terjadinya Mafia proyek pun sangat sulit dilakukan.

Sebaliknya, jika ada partisipasi dari berbagai kalangan masyarakat, dan masyarakat yang menyadari serta memahami akan bahayanya Mafia proyek, maka akan berdampak pada ruang gerak dari mafia proyek ini bisa dipersempit atau diminimalisir, bahkan mungkin juga bisa dihilangkan.

 Solusi
Berbicara solusi mengatasi mafia proyek yakni membuat regulasi yang memberikan efek jera kepada pelaku yang dikatagorikan mafia proyek. Pemerintah harus membuat sistem mengenai seluruh urusan administrasi kepemerintahan, serta aturan yang semakin ketat terhadap berbagai proyek pemerintah, lebih transfaran, juga lebih menggencarkan sosialisasi terhadap seluruh masyarakat agar masyarakat lebih faham dan lebih bisa memantau berbagai kegiatan proyek.

Selain itu, seluruh masyarakat diberikan kemudahan untuk mengakses atau melihat proses lelang beserta keseluruhan prosesnya. Walaupun bisa terjadi peluang bermain di belakang, tetapi hal ini bisa menekan ruang gerak bagi pelaku atau para Mafia proyek tersebut. Di sisi lain akuntabilitas dari pemerintah dalam memberikan bukti kepada rakyat Indonesia terhadap pemberantasan mafia proyek harus lebih dimaksimalkan.    

Kemudian, peran dari media massa maupun elektronik melakukan monitoring, menjadi bagian tidak terpisahkan dalam meminimalisir terjadi mafia proyek di Indonesia. Karena jelas, posisi media memainkan peran penting, sehingga media dituntut lebih serius berpihak kepada pemberantasan mafia proyek dan demi kepentingan seleuruh rakyat. Jangan sampai media menjadi bagian pelaku yang mensuburkan tindakan pelaku mafia proyek.

Selain itu juga, pemerintah disarankan membentuk tim ahli yang independen dalam menyeleksi dan mengawasi jalannya proyek. Tentunya syarat utama transparansi dan akuntabilitas harus di ke depankan. Tim ini yang dibentuk harus mengakomondir berbagai kalangan komponen masyarakat sipil termasuk pihak kepolisian. Proses birokrasi dalam melakukan lelang dan pengadaan pun harus cepat, tetap, dan terarah. Walaupun ada pelayanan satu pintu pun masih tidak memberikan manfaat yang siginifikan dalam mengatasi masalah mafia proyek.

Selanjutnya proyek yang dibuat dan ditenderkan harus mendukung visi dan misinya. Ini akan mengoptimalkan capaian dari keinginan dalam visi dan misi yang telah dibuat. Sehingga integral dan sinergitas terhadap seluruh pembangunan bisa terkelola, khususnya proyek yang menyentuh pada tataran pembangunan infrastruktur dan fasilitas pembangunan.

Beberapa tahun terakhir, banyak anggota dewan dari berbagai partai politik dan Pejabat Dinas juga Kepala Daerah, baik di tingkat lokal maupun nasional, yang telah diadili di pengadilan sebagai terdakwa kasus korupsi. Bahkan sebagiannya telah dijebloskan ke penjara, karena dinyatakan melakukan korupsi dalam hal proyek.

Bila merujuk data tersebut, jelas lemahnya idealisme serta kurangnya komitmen di Sanubari para oknum tersebut yang bekerja untuk rakyat (konstituennya). Ujung – ujungnya yang terjadi keapatisan, kekecewaan dari masyarakat kepada parlemen dan kaum birokrat semakin menggunung.

Kondisi kekinian, di parlemen dan birokrat, tidak ada yang bisa menjamin untuk tidak mengikuti kelakuan para pendahulunya. Bisa jadi di dalam hati berkata, dulu Anda berkuasa dan menikmati segala fasilitas yang ada, sekarang giliran kami yang menggantikan (suatu sikap balas dendam) dengan niatan untuk memperoleh materi dengan memanfaatkan jaringan Mafia yang sudah ada dan mapan, serta dengan kekuatan wewenang serta jabatannya, atau mereka bisa saja membangun jaringan mafia baru dengan modus operandi yang berbeda. Semua ini menunjukkan masih sulitnya mendapatkan para pemimpin atau pejabat di negara ini yang benar-benar memiliki Integritas.

Di sisi lain, realitas menunjukan mafia proyek tidak hanya berada di internal parlemen saja, di eksternal terjadi pula mafia proyek dalam sebuah instansi pemerintah yang kerap kali mengkondisikan sejumlah lelang proyek yang diinginkan. Kondisi itu bukan hal yang tabu lagi. Bahkan orang-orang yang mengetahui menjadi bagian dari jaringan mafia proyek itu. Intinya, pengerjaan atau meloloskan sebuah proyek dilakukan secara berjamaah.

Hebatnya, pengkondisian itu biasanya sampai ke tahapan “mempengaruhi” dokumen lelang yang masuk di kantor pelelangan. Padahal, dalam Pasal 3 UU No. 31/1999 juga secara tegas melarang siapapun yang bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu Korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dengan ancaman pidana 20 tahun penjara.

Perilaku tidak terhormat itu sungguh telah mencoreng sekaligus melecehkan tugas fungsinya sebagai perwakilan rakyat serta lembaga tinggi negara. Fenomena menarik, kalau menilai ketiga fungsi pokok DPR, yaitu : fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan, bahwa fungsi legislasi lah yang lebih mendapat sorotan rakyat selama ini, termasuk di seluruh Indonesia.

Padahal, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya jika dibandingkan dengan fungsi legislasi. Hal yang paling mudah dicermati, yakni lahirnya proses-proses politik dalam merumuskan kebijakan publik. Selama ini, sebagian besar proses politik strategis dilakukan secara tertutup dan bukan sebaliknya, idealnya prinsip transparansi dan partisipasi menjadi kunci.

Dalam hal ini, tingkatan sistem pengawasan tidak hanya segelintir orang atau lembaga saja, tetapi seluruh masyarakat harus dapat melakukan pengawasan. Mulai perencanaan pembangunan, pembuatan anggaran, hingga pengesahannya. Selanjutnya peran partai politik mengontrol kader-kadernya, bukannya malah menjadi bagian dari jaringan Mafia proyek.

Terpenting, yaitu adanya karakter dari individu untuk berkomitmen secara serius, bukan isapan jempol belaka. Caranya dengan membangun orientasi yang kuat, bahwa mereka duduk untuk membawa aspirasi rakyat, bukan memperkaya diri, baik secara personal maupun kepartaian.

Hal lain yang tak kalah pentingnya, yaitu partai politik jangan pernah bergantung kepada para Mafia proyek (pebisnis, pejabat, dan lain-lain), tapi kekuatan finansial partai terlebih dahulu harus disiapkan bila ingin terjun ke dunia politik. Lebih baik lagi, bila memiliki bisnis usaha terlebih dahulu guna mencukupi operasional partai.

***Agus Jaya Sudrajat (Pimpinan Redaksi Media Times Jurnalis Indonesia, – Ketua Umum Forum Jurnalis Nusantara, – Wakil Ketua Umum Forum Media Indonesia Bersatu, – Ketua Ormas Laskar Banten DPC Kota Bandung)***

Berita Terkini