Pembongkaran Sepihak Lapak Pedagang di Lahan Fasum Manglayang Regency Cinunuk Jadi Gunjingan

KABUPATEN BANDUNG, BKP – Sebagaimana diketahui, bahwa fasilitas umum berupa taman atau lahan hijau yang disediakan oleh pihak developer, biasanya diserahkan kepada pemerintah desa untuk dipergunakan sebagaimana fungsinya. Hal ini sebagai penunjang keseimbangan ekologis sekaligus keberdayaan ekosistem bagi warga masyarakat setempat. Sementara, tata kelola kawasan hijau tersebut disesuaikan dengan regulasi yang ada, dan diharapkan dapat menjaga dan mempertahankan keberadaannya sebagai prospek tata kelola yang baik, sekaligus untuk menjaga pelestarian lingkungan hidup untuk kemaslahatan seluruh warga masyarakat sekitar tanpa terkecuali, dengan tidak ada sedikit pun tendensi keberpihakan.

Penelusuran salah satu Media, pada Senin, (10, 10, 2022), yang mendapatkan aduan atas adanya kejadian beberapa lapak usaha penjual mie ayam dan lainnya yang kedapatan sedang dibongkar, pun segera melakukan konfirmasi dengan beberapa pihak terkait.

Salah seorang pelaku pembongkaran, saat ditemui di lapangan mengatakan; “Saya disuruh yang punya lahan untuk membongkar lapak, dan sudah ijin juga kepada yang punya lapak itu. Karena lahan yang ditempati para pedagang itu dibongkar untuk akses jalan ke tanah di belakangnya,” katanya.

Sementara, Ujang Supardi, yang konon sebagai pemilik lahan seluas lebih kurang 80 tumbak itu mengaku, bahwa lahan itu sudah dibeli dari Pak Saka, dengan bukti AJB. “Jadi wajar dong, jika saya menyuruh membongkar warung/lapak itu, karena mau dijadikan akses jalan, dan saya sudah ada AJB nya,” ucapnya.

Di sisi lain, pemilik lapak usaha mie ayam dan yang lainnya mengatakan, “Saya berjualan di tanah Fasum Fasos pelimpahan dari PT WIKA ke Manglayang Regency,” ucapnya, yang dibenarkan juga oleh pengurus RT setempat.

Alih-alih, menurut informasi beberapa sumber dari warga Komplek Manglayang Regency, bahwa tanah itu merupakan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) dari pihak developer, bahkan disebut-sebut sebagai ruang terbuka hijau (RTH), dan sempadan sungai.

Bila menyimak dari kejadian di atas, bahwa belum jelasnya regulasi untuk dijadikan sebagai payung hukum yang berbasis otonomi desa yang sesungguhnya, hingga berimbas pada bermunculannya asumsi yang kontradiktif dalam penatakelolaan ruang hijau tersebut.

Guna menggali keterangan agar informasi yang diserap akurat, awak Media pun menemui beberapa pihak terkait agar mendapatkan titik terang. Hingga tepatnya pada hari Sabtu, (15/10/2022), bertempat di rumah Abah Syarif, awak Media bertemu dengan beberapa pengurus RT, Ujang Supardi (konon pemilik lahan) dan kuasanya. Saat itu juga diperlihatkan bukti AJB yang ditandatangani oleh Saka sebagai pihak pertama, Ujang Supardi sebagai pihak kedua dan Edi Juarsa (Kades), Idi Koswara sebagai saksi dan ditandatangani oleh PPAT Herman Alamsyah, SH., M.Kn
seluas 1.160 meter persegi (M²).

Akan tetapi, menurut penuturan dari pengurus RT setempat, bahwa batas-batas dari AJB itu tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Cinunuk Edi Juarsa, saat dihubungi oleh awak Media melalui telepon selulernya, dan dipertanyakan terkait status tanah tersebut mengatakan, bahwa memang benar tanah tersebut fasum fasos dari pihak developer. “Betul, tanah tersebut peruntukkan fasum fasos dari pihak developer, dan bukan tanah pribadi,” ucapnya.

Menurutnya, lahan tersebut itu untuk ruang terbuka hijau (RTH). “Jadi kalau toh mau dibongkar, ya sudah dari dulu untuk ruang terbuka hijau. Jadi, alangkah bagusnya, jika persoalan ini dimediasikan saja di desa. Kita dari pemerintahan desa menunggu surat ajuan dari kepengurusan setempat guna dilakukan mediasi. Pihak desa siap memfasilitasi, agar semuanya terang benderang,” pintanya.

Berita Terkini