Kupang – Sidang lanjutan perkara ahli waris Tumboy vs Kantor Pertanahan Kota Kupang sebagai tergugat dan Gubernur NTT sebagai tergugat I Intervensi berlangsung diruang sidang utama Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang pada Kamis, (1/10/2020).
Perkara Nomor 27/G/2020/PTUN Kpg dipimpin Prasetyo Wibowo, SH, MH sebagai hakim ketua, Febriansyah Rozarius, SH, Aini Sahara, SH masing-masing sebagai hakim anggota dan Martha S. Manuhutu, SH sebagai Panitra Pengganti.
Penggugat Ny Sofia Tumboy diwakili kuasa hukumnya Bisri Fansyuri LN, SH dan dari Firma Hukum ABP, Gubernur NTT diwakili Fideon Siokain, SH, Youla Y. Wangania, SH dan Ndara Ndula, SH dari Biro Hukum Setda Propinsi NTT. Sedang Kantor Pertanahan Kota ijin tidak menghadiri persidangan.
Sidang dimulai pukul 11.00 wita, sidang berlangsung sekitar 15 menit. Sidang dengan agenda penambahan bukti surat dan mendengar ahli dari tergugat BPN kota Kupang tidak terlaksana. BPN Kota Kupang tidak menghadiri sidang.
Setelah membuka sidang, Hakim ketua Wibowo membacakan surat ijin tidak menghadiri sidang oleh tergugat BPN Kota Kupang.
“Ini surat tergugat BPN kota Kupang bukan mohon penundaan sidang tapi surat ijin tidak menghadiri sidang hari ini. Sidang kita tunda tanggal 12 Oktober 2020 dengan agenda kesimpulan dari para pihak. Kesimpulan dikirim melalui E-Court tanggal 12 Oktober 2020 paling lambat pkl 15.00 wita”, jelas Wibowo.
Kuasa Hukum Ny. Sofia Tumboy Bisri Fansyuri LN, SH kepada wartawan Kamis, (1/10/2020) setelah sidang di Pengadilan TUN Kupang menjelaskan hari ini sidang berjalan seperti biasa, hanya tergugat BPN kota Kupang tidak menggunakan hak berupa penambahan bukti surat dan ahli sesuai permintaan tergugat. Majelis Hakim sudah setuju dengan permintaan tergugat untuk tambahan bukti surat dan ahli, tapi hari ini tergugat tidak hadir dengan mengajukan surat ijin tidak menghadiri sidang, jelasnya.
Seperti diberitakan pada sidang sebelumnya, Tergugat I Intervensi Gubernur NTT menghadirkan dua orang saksi fakta yakni Lot Hendrik Kadja dan Hendrikus Rema, SH.
Saksi Lot Hendrikus Kadja dalam persidangan saat menjawab pertanyaan dari Lukas N. Mau, SH selaku Kuasa Hukum Gubernur NTT, Hendrik Kadja menjelaskan saksi menggarap lahan itu dari tahun 1957 sampai 1984. Lahan itu hamparan kosong sehingga saksi menggarap. Saksi menggarap saat saksi berumur 10 tahun, saksi lahir 1947. Gubernur Eltari memberi arahan agar menggarap lahan-lahan kosong yang ada saat itu. Saat menggarap tidak ada yang menegur. Saksi membayar Ipeda pada Pemerintah kabupaten Kupang tahun 1957, jelas Hendrik Kadja.
Hendrik Kadja menjelaskan saat itu dilokasi tersebut untuk Shoping Centre, sebelum dibangun Shoping Centre disitu lahan kosong, batu-batu.
Kuasa hukum Ny Sofia Tumboy dari Firma Hukum ABP melontarkan beberapa pertanyaan, tampak saksi Hendrik Kadja kebingungan dalam menjawab.
Apa benar tahun 1957 Eltari sudah jadi Gubernur NTT? Sementara NTT saja belum menjadi propinsi tahun 1957, tanya kuasa Tumboy.
Saksi tampak diam lalu menjawab tanah yang digarap itu bukan pemberian Gubernur Eltari tapi saksi garap sendiri. Saksi garap diusia saksi 10 tahun.
Kepada siapa saksi membayar Ipeda pada tahun 1957? NTT belum jadi propinsi tahun 1957. Tampak saksi kebingungan dalam menjawab.
Sebelum dibangun Shoping Centre, dilokasi itu telah dibangun apa? Hendrik Kadja menjawab lahan kosong, belum dibangun apa-apa.
Terus dimana lokasi pameran? Pameran itu, lahan yang diminta pak Gubernur kepada Tumboy untuk membuka area pameran. Saksi menjawab itu lahan kosong.
Tumboy memiliki Landreform tahun 1961, 1967, 1971 atas lahan seluas 21 hektar. Surat Agraria atas nama Bupati Kupang tahun 1984 menjelaskan tanah Tumboy seluas 283 hektar. Surat BPN propinsi NTT tahun 1990 menjelaskan tanah Tumboy 283 hektar, peta batas tanah dengan Otniel Amtaran, Christian Foenay, Stefanus Riberu, Esau Soubaki lengkap dengan tandatangan dari tanah seluas 283 hektar. Surat dari W. L Oematan, surat keterangan Lurah Oebobo dan lurah Fatululy terkait tanah Tumboy seluas 283 hektar dan masih banyak lagi bukti-bukti surat Tumboy yang telah diajukan sebagai bukti. Apa pak Gubernur Eltari pernah menjelaskan soal surat-surat itu. Jawab saksi tidak pernah dijelaskan.
Saksi Hendrik Rema, SH yang juga mantan pejabat Kantor Pertanahan Kota Kupang dan Kanwil BPN propinsi NTT menjelaskan saksi tidak mengetahui proses terbitnya sertifikat hak pakai Nomor 11 dan Nomor 14. Saksi hanya membaca lewat dokumen-dokumen yang ada, dokumen-dokumen yang diperoleh dari kuasa tergugat I intervensi.
Sertifikat hak pakai Nomor 11 dan Nomor 14 pemecahan dari sertifikat hak pakai Nomor 450. Sertifikat hak pakai Nomor 450 asal hak dari SK Gubernur, jelas Hendrik Rema.
Tanah ahli waris Ny Sofia Tumboy ada 283 hektar. 21 hektar masuk dalam landreform. Sedangkan 262 hektar boleh digunakan Pemerintah dengan syarat harus dengan ganti rugi. Sama dengan Otniel Amtaran, Christian Foenay, Simon Loudu, W. L Oematan, Stefanus Riberu dilakukan ganti rugi, Tumboy yang belum dipenuhi ganti rugi oleh Pemda.
Mereka-mereka itu berbatasan dengan dengan tanah Tumboy. Peta batas tanah kami sudah ajukan sebagai bukti surat. Atas pertanyaan kuasa hukum Tumboy ini saksi Hendrik Rema menjawab tidak tahu.
Sepengetahuan saksi apa boleh dalam satu bidang tanah ada tiga hak, hak pakai, hak pengelolaan dan hak guna bangunan. Saksi menjawab belum pernah mengalami hal seperti itu.
Apa yang saksi ketahui kalau dalam surat-surat BPN tercatat tanah tersebut terdaftar belum tervalidasi? Karena dalam sertifikat hak pengelolaan tertulis demikian. Saksi menjawab tidak mengetahui.
Apa sebuah sertifikat yang diagunkan dan telah terbit sertifikat hak tanggungan dapat dibuatkan sertifikat hak pengelolaan dan HGB? Karena dalam obyek sengketa diagunkan di Bank Cimb Niaga Jakarta Selatan tahun 2017 dan di Bank OCBC NSP, Tbk di Jakarta Selatan, jelas kuasa hukum Tumboy.
Atas pertanyaan ini, saksi Hendrik Rema lebih memilih menjawab tidak tahu.(*/red).