
Bandung, TJI – Di tengah kehawatiran penyebaran virus corona hingga saat ini, telah meruntuhkan banyak pondasi ekonomi rumah tangga masyarakat Indonesia, mulai dari warga yang berprofesi sebagai pedagang, pekerja seni, entertaiment hingga sektor pariwisata, serta pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri.
“Dari angka Kementerian Ketenagakerjaan ada 2,8 juta PHK, kalau angka Kadin 6 juta. Ini baru data sektor formal, belum sektor informal. 90% di antaranya dirumahkan, 10% di-PHK,” sebut Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani dalam webinar Iwapi dengan topik “Peran Pemerintah dalam Kebangkitan UMKM di Tengah Pandemi Covid-19” di Jakarta, Rabu (20/5/2020).
Data tersebut akan terus bertambah sesuai update dari asosiasi setiap dua atau tiga hari. Sektor yang paling terdampak adalah tekstil. Jumlah pekerja yang di-PHK di sektor ini mencapai 2,1 juta orang atau sekitar 30%. Kemudian, sektor angkutan darat 1,4 juta orang, restoran 1 juta orang, alas kaki 500.000 orang, perhotelan 430.000 orang, ritel 400.000 orang, dan sisanya tersebar di berbagai sektor.
Dan Ketua Umum Kadin Indonesia mengatakan, Data dari PHRI empat hari lalu, ada 1.704 hotel sudah tutup di 31 provinsi. Yang paling banyak melapor di Jawa Barat.
Selain itu, kata Rosan, sektor otomotif juga saat ini sedang terjun bebas. Dari target penjualan 1 juta unit tahun ini, jika tercapai 400.000 unit, sudah sangat disyukuri. Bahkan, sektor farmasi yang saat ini sedang bertumbuh juga terpaksa melakukan pengurangan sebanyak 200.000 tenaga kerja karena harga bahan baku impor yang melambung tinggi seiring kenaikan harga dolar AS dan persaingan antarnegara untuk mendapatkan bahan baku. Kondisi ini diperparah oleh utang obat Rp 6 triliun yang belum dibayarkan BPJS Kesehatan.
Melihat data tersebut, Rosan menyatakan sesuai prediksi Kementerian Keuangan, pertumbuhan ekonomi akan mencapai skenario sangat berat, yakni minus 0,4%. Bahkan, restrukturisasi utang UMKM di perbankan diproyeksikan mencapai Rp 500 triliun sampai Rp 600 triliun atau 50% dari total kredit perbankan nasional.
Dan kemungkinan akan terus bertambah karena masih tingginya angka penyebaran Covid-19, yang otomatis akan memperlama kebijakan pembatasan sosial.
Namun, sangat disayangkan, program Kartu Prakerja sebagai salah satu jaring pengaman sosial di tengah gelombang PHK yang tinggi, dengan menyertakan program pelatihan online dengan melibatkan delapan penyedian layanan (provider), menjadi polemik dan dianggap tidak tepat sasaran, bahkan terkesan sebagai penghamburan uang negara. Berpotensi menjadi ladang permainan dan kecurangan dalam pelaksanaannya.
Kebijakan program pelatihan online seharusnya bukan menjadi prioritas dan sangat tidak relevan dengan tingginya angka PHK dan banyaknya pekerja informal yang kehilangan pekerjaan. Karena saat ini yang sangat dibutuhkan adalah bagaimana masyarakat atau korban PHK dapat menghasilkan uang dengan memperoleh pekerjaan di tengah kebijakan pembatasan sosial.
Program kartu prakerja yang diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada akhir periode pertama, seharusnya murni menjadi solusi dan meringankan beban masyarakat, sebagai cara atau jalan untuk membuka lapangan pekerjaan, dengan meningkatkan keahlian dan keterampilan usia produktif bagi yang belum mendapat pekerjaan, terutama di sektor pembinaan, etos kerja, disiplin, dan motivasi, hingga keterampilan teknis.
Program yang lahir dari kesadaran bahwa sekolah dan termasuk perguruan tinggi banyak yang menghasilkan lulusan yang belum mampu siap bekerja secara teknis. Program yang diharapkan akan memperkuat peran Balai Latihan Kerja (BLK) yang ada pada Kementerian Kerja, Dinas Tenaga Kerja di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, dengan perbaikan program dan kualitas instruktur, hingga bekerja sama dengan lembaga swasta yang bisa memberikan pelatihan dengan mutu teruji.
Namun di tengah pandemi Covid-19, program kartu prakerja dengan metode pelatihan online seperti menjadi program yang membingungkan dan tidak menguntungkan rakyat. Dengan dana Rp 5,6 triliun bahkan berdasarkan kabar terakhir dari beberapa media dana tersebut bertambah menjadi 20 triliun, yang dikucurkan pemerintah dan dominan berisi program pelatihan online terkait dengan industri digital, seperti bagaimana cara menulis, membuat atau mengedit video, membuat konten Youtube, dan sebagainya.
Pemerintah membayar Rp. 1 juta untuk satu pemilik kartu prakerja, padahal isi dari pelatihan tersebut dapat dipelajari di banyak situs yang tersedia secara gratis. Dan dana tersebut masuk ke kantong para pengusaha digital, sementara pencari kerja tidak mendapatkan lapangan pekerjaan dan tidak mendapat keterampilan baru sebagai modal produktif.
Pesona investasi dan industri digital mungkin tengah merasuki sebagian besar pengambil kebijakan, termasuk Presiden Joko widodo, dengan perkembangan ekonomi kreatif dan berbagai perusahaan start up. Terutama “unicorn” atau perusahaan start up yang mendapat suntikan modal besar dari investor karena dianggap punya potensi besar untuk berkembang.
Perkembangan start up atau unicorn dengan masuknya investasi memang perlu dukungan, tetapi juga harus melihat kebutuhan yang lebih besar daripada sekadar keinginan dan pesona industri digital. Karena sejatinya investasi melalui start up atau unicorn punya kesamaan dengan investasi saham di bursa efek. Di mana valuasi perusahaan bisa digelembungkan untuk meraup untung, kemudian dikempeskan.
Belajar dari aplikasi layanan online seperti Gojek dan Grab, yang sangat booming dalam beberapa tahun terakhir, dengan diawali ledakan penghasilan melalui bonus dan insentif bagi driver yang sangat menggiurkan, dan tergusurnya secara cepat atau perlahan ojek pangkalan, becak, perusahaan taksi, angkutan umum.
Namun belakangan dengan alasan persaingan antar unicorn nilai bonus dan insentif serta pendapatan driver jauh menurun. Sementara, jutaan orang telah menginventasikan modalnya lewat investasi kendaraan dan tenaga menjadi driver. Namun keuntungan terbesar berada di tangan pemilik aplikasi dengan segala kebijakan parsial yang tidak melibatkan pemilik modal (kendaraan, tenaga, waktu), yaitu driver.
Di tengah kebijakan pembatasan sosial kenapa pemerintah tidak melirik industri rumah tangga sebagai sumber ekonomi masyarakat, terutama ketika banyak orang kehilangan pekerjaan. Industri dengan jumlah tenaga kerja 1 sampai 4 orang dan bisa dari anggota keluarga, seperti industri kerajinan tangan, pengolahan makanan, hingga perakitan untuk bahan industri yang lebih besar.
Industri rumah tangga mungkin bisa menjadi salah satu solusi dalam menghadapi krisis ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19, karena industri rumah tangga memungkin orang tetap berada di rumah dan bekerja, serta menghasilkan barang jadi atau setengah jadi. Dan pemerintah bisa berfokus pada bagaimana mengatur dan membuka jalur distribusi hasil industri atau perakitan.
Atau memberikan insentif kepada korban PHK yang mau bertani dengan lahan yang disediakan pemerintah sebagai bentuk dukungan terhadap regenerasi petani, sekaligus langkah efektif dalam program pencetakan sawah baru, yang diprogramkan oleh Presiden Joko Widodo.
Sehingga program pencetakan sawah baru mampu membuka lapangan pekerjaan, menanggulangi kemiskinan, sekaligus langkah re-distribusi lahan bagi masyarakat. Dan kebijakan fasilitas pencetakan sawah baru seharusnya diarahkan sepenuhnya langsung kepada petani atau orang yang mau bertani, bukan kepada perusahaan negara (BUMN).
Uniknya lagi, pemilihan perusahaan online pelatihan kerja tersebut dikabarkan tanpa melalui proses lelang dan tidak transfaran, hanya melalui penunjukan dari para pemilik kebijakan saja.
Apalagi untuk masuk daftar kedalam sistem kartu pra kerja tersebut sangat rumit dan banyak yang gagal. Selain itu, banyak tahapan dan proses yang sulit difahami oleh banyak kalangan masyarakat. Jadi wajar saja banyak masyarakat yang gagal untuk mendaftar dan mendapatkan kesempatan dalam pelatihan itu. Bagaimana bagi kebanyakan rakyat yang belum betul-betul menguasai atau memahami internet?.
Kebijakan yang mungkin akan selaras dengan pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu, memberikan pekerjaan yang layak bagi rakyat, karena dengan pekerjaan itulah orang bisa sejahtera. Dan mendasarkan kebijakan pada pasal 33 dimana kekayaan alam dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat.
Sehingga ketersediaan sumber daya alam dapat diakses oleh rakyat, dan diatur negara, atau sederhananya pengelolaan dan akses sumber daya alam yang diatur negara untuk memastikan kesejahteraan atau minimal mengikis kemiskinan.
Namun, sangat disesalkan, pemerintah malah memberikan pelatihan yang sebenarnya tidak dibutuhkan rakyat di saat seperti ini. Dimana mengharuskan masyarakat terdampak covid-19 mau tidak mau mengikuti pelatihan.
Ironisnya, pelatihan ini pun juga akan membutuhkan biaya yang nantinya akan dipotong dari bantuan yang diterima pekerja yang lolos pelatihan. Wajar saja jika Kartu Pra Kerja yang mengharuskan para terdampak mengikuti pelatihan ini diluncurkan, dikarenakan ternyata pemerintah menggandeng perusahaan start up untuk penyedia layanan pelatihan. Seolah-olah pemerintah lebih mendahulukan kepentingan para investor atau pemilik modal ketimbang kebutuhan rakyatnya.
Banyak kalangan yang mengatakan bahwa produk sistem negara kita saat ini adalah kapitalis demokrasi, tidak didesain untuk kebutuhan rakyat, namun lebih diprioritaskan untuk para investor dan semata-mata untuk memenuhi janji kampanye.
Jadi semakin banyak rakyat yang berpikir bahwa pemerintah tidak lagi mementingkan kemaslahatan rakyatnya. Bahkan tidak menempatkan kemaslahatan rakyat sabagai prioritas tertinggi dan tidak lagi memikirkan pertanggungjawaban akhiratnya.
Maka dari itu, apakah kartu pra kerja untuk membantu meringankan rakyat yang semakin kesulitan, ataukah hanya alat dan sistem untuk memberikan keuntungan bagi pengusaha digital?
Dan perlu ditegaskan, bahwa rakyat saat ini sedang butuh makan dan pekerjaan yang pasti, bukan hanya sekedar pelatihan kerja yang tidak relevan serta hanya menghamburkan uang negara saja. jangan sampai program ini hanya demi kepentingan atau ladang keuntungan bagi kaum pengusaha, pejabat serta para elit politik saja.
Semoga Rakyat Indonesia selalu mendapatkan perlindungan, keselamatan, kesehatan, serta kesejahteraan dari Allah SWT, Sang Maha Baik juga Maha Adil. Aamiin Yaa Rabb.
Biiznillah Wal Barakallah.
**Agus Jaya Sudrajat (Ketua Forum Jurnalis Nusantara)**