
Bandung – Impian warga Bandung untuk memiliki moda transportasi massal Rapid Transit (BRT) Bandung Raya akhirnya akan terwujud di tahun 2024 ini, setelah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menargetkan BRT Bandung Raya beroperasi pertengahan 2024.
Demikian hal itu disampaikan Direktur Lalu Lintas pada Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Ahmad Yani pada Pelatihan Peningkatan Kapasitas para Pemangku Kepentingan BRT Bandung Raya, di Kota Bandung, Senin,( 22/01/ 2024).
Dalam acara ini, semua pemangku kepentingan mendapat sosialisasi dan pelatihan dari Bank Dunia selaku penyandang dana. Kegiatan ini digelar selama tiga hari sejak Senin hingga Rabu Hari ini.
Para pemangku kepentingan terdiri dari semua instansi pemerintah daerah, mulai dari Pemprov Jabar serta kabupaten dan kota Bandung Raya meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sumedang.
“Kita harus memberi pemahaman yang menyeluruh terhadap semua pemangku kepentingan baik pemerintah maupun non – pemerintah tentang semua proses, agar pada pelaksanaannya semua menjadi tahu hak dan kewajibannya,” ungkap Ahmad Yani.
Menurutnya, Bank Dunia menjelaskan semua syarat yang harus dipenuhi dalam pembangunan sistem moda transportasi massal BRT, “Mereka nanti yang akan menjelaskan syarat apa saja yang harus dipenuhi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi,” ungkapnya.
Senior Social Development Specialist Bank Dunia Mohammad Yasin Nurri menjelaskan langkah awal yang harus dilaksanakan para pemangku kepentingan dalam pembangunan BRT Bandung Raya mulai dari tenaga kerja hingga mitigasi dampak sosial dan lingkungan.
“Ada sepuluh aspek yang harus diperhatikan, di antara yang terpenting adalah masalah tenaga kerja dan semua aspek turunannya serta masalah dampak sosial dan lingkungan. Ini sangat penting,” jelas Nurri.
Nuri menjelaskan, setiap pembangunan pasti menimbulkan dampak negatif atau merugikan terutama bagi masyarkat. Hal itulah yang harus dimitigasi dan diminimalkan.
“Dampak negatif itu bisa polusi udara, kegaduhan, kemacetan dan lain-lain. Dampak sosialnya bahkan bisa terjadi pelecehan seksual, konflik pekerja dan masyarakat. Ini penting sekali diperhitungkan,” pungkas Nurri.(OKS)