Sebuah Kesepakatan

Menyangkut adanya klaim pemerintah bahwa telah menandatangani kesepakatan dengan tokoh masyarakat adat Frans Nabuasa, Nope Nabuasa putra alm L.B Nabuasa dan PR Nabuasa pada 21 Agustus 2020, yang intinya sepakat menyerahkan 3.870 hektar tanah adat di Basipae pada pemerintah daerah provinsi, maka saya memandang sebagai berikut:

Pertama perlu dilihat adalah nama-nama yang disebut menandatangani kesepakatan adalah orang yang memiliki kapasitas menurut hukum adat setempat. Artinya keduanya adalah orang yang secara adat berhak bertindak mewakili anggota masyarakat adat Basipae.

Kedua, jika pun benar maka masih harus dilihat lagi apakah tindakan keduanya telah sesuai atau melalui mekanisme pengambilan keputusan menurut hukum adat yang berlaku di daerah tersebut mekanisme, misalnya mendapar kesepakatan anggota masyarakat adat Basipae. Tentang bagaimana kesepakatan itu anggota masyarakat adat itu dibuat, kembali kepada mekanisme dalam hukum adat mereka.

Jika salah satu dari keduanya ternyata dilanggar maka jelas kesepakatan itu tidak sah dan tindakan pemerintah dapat memicu konflik horizontal.

Lalu siapa yang bisa memutuskan orang yang berhak mengatasnamakan masyarakat adat Basipae untuk melakukan perbuatan hukum membuat dan menandatangi kesepakatan-kesepakatan? Tentang ini pemerintah tidak dapat memutuskan karena masyarakat adat itu sendirilah yang memiliki otoritas untuk memutuskan siapa yang berhak menurut mereka. Ini prinsip hak masyarakat adat yang harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi oleh pemerintah.

Era Purnama Sari
(Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI)
_081210322745_

Berita Terkini